Animated Text

Friday 2 December 2011

PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA 
Disusun oleh:
Kholida Agustin
(09301241011)
Siti Nurunniyah
(09301241023)
Suprihatin
(09301241037)
Latif Kurniawan
(09301241042)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011


A.           Pendahuluan
Pentingnya karakter dalam kehidupan mulai dirasakan akhir-akhir ini. Banyaknya praktek illegal yang merugikan masyarakat diidentifikasi berakar dari pendidikan moral yang kurang. Ancaman penjara dan denda seakan tak digubris, sehingga muncullah anggapan “hukum bisa dibeli” yang semakin merugikan masyarakat. Rusaknya moral bangsa ini diharapkan dapat diperbaiki melalui perbaikan karakter generasi muda Indonesia yang dapat diterapkan di sekolah sebagai lingkungan sosial yang tidak bisa di nomorduakan. Oleh karena itu, pemerintah, melalui Kementrian Pendidikan Nasional mencanangkan pentingnya pendidikan karakter di sekolah.

Bahkan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama telah menetapkan 20 karakter utama (dipilih dari 80 karakter yang ada) untuk ditanamkan di jenjang SMP. Karakter-karakter tersebut dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yaitu: (1) Karakter yang terkait dengan Tuhan, (2) Karakter yang terkait dengan Diri Sendiri, (3) Karakter yang terkait dengan Sesama, dan (4) Karakter yang terkait dengan Lingkungan, dan (5) Karakter yang terkait dengan Kebangsaan.
Dua kelompok karakter diuraikan secara lebih rinci, yaitu karakter yang terkait dengan diri sendiri dan karakter yang terkait dengan sesama. Karakter yang terkait dengan diri sendiri adalah: (1) jujur, (2) bertanggung jawab, (3) bergaya hidup sehat, (4) disiplin, (5)kerja keras, (6) percaya diri, (7) berjiwa wira usaha, (8) berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, (9) mandiri, (10) ingin tahu, (11) cinta ilmu.
Sedangkan karakter yang terkait dengan sesama adalah: (1) sadar hak dan kewajiban orang lain, (2) patuh pada aturan-aturan sosial, (3) menghargai prestasi dan karya orang lain, (4) santun, (5) demokratis (Abdur Rahman As’ari; 2011:473).
Oleh karena itu setiap guru dibebani untuk membuat rencana pengembangan karakter baik di dalam silabus maupun RPP. Mata pelajaran Matematika dibebani untuk mengembangkan karakter di antaranya berpikir logis, kritis, jujur, kerja keras, ingin tahu, mandiri dan percaya diri. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya adalah, menghindari praktek pembuatan dokumen yang bagus tetapi nol dalam pelaksanaanya. Masalah lain yang juga akan dialami guru adalah tentang bagaimana praktek di kelas mengenai perkembangan karakter tersebut.

B.       Pengertian Karakter
Akhmad Sudrajat (2011) mendefinisikan karakter sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter  adalah  berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak” (Kemendiknas; 2010:13).
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku) (Kemendiknas; 2010:13).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya)

C.      Pengertian Matematika Sekolah
Yang dimaksud dengan matematika dalam Kurikulum pendidikan dasar dan menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (SMA dan SLTA). Hal ini berarti, bahwa yang dimaksud dengan kurikulum matematika adalah kurikulum pelajaran matematika yang diberikan di jenjang pendidikan menengah ke bawah, bukan diberikan ke jenjang pendidikan tinggi. Dijelaskan, bahwa matematika sekolah tersebut terdiri atras bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten (Erman dkk, 2003:55-56).

D.      Nilai Dalam Pendidikan Matematika
Menurut BSNP (2006) karakteristik Pendidikan Matematika antara lain menuntut adanya kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, inovatif, dan menekankan pada penguasaan konsep serta algoritma seperti dalam problem solving. (Hardi Suyito.2011)
Pendidikan matematika tidak dapat terlepas dari matematika itu sendiri. Tujuan pendidikan matematika harus memperhatikan (1) tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar dan pembentukan kepribadian anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yaitu penerapan matematika serta keterampilan matematika.
Menurut Suparni S.Pd., M.Pd., (2011) ada beberapa nilai didik dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan karakteristik dari matematika, antara lain:
1.    Kesepakatan
Setiap orang yang mempelajari matematika secara sadar atau tidak sadar telah menggunakan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan ini terdapat dalam matematika yang rendah maupun yang tinggi, dapat berupa simbol, istilah, definisi, ataupun aksioma.
Contoh.
a.    Penggunaan simbol bilangan 1, 2, 3, 4, ... dan seterusnya.
b.    Pengertian tentang segitiga
Kata “segitiga” adalah istilah yang disepakati untuk menunjuk salah satu konsep dalam matematika. Konsep itu dibatasi oleh suatu ungkapan yang disebut definisi. Misalnya “bangun yang terjadi bila tiga buah titik yang tidak segaris dihubungkan oleh tiga buah ruas garis disebut segitiga.
Ungkapan tersebut adalah salah satu definisi segitiga. Definisi tersebut dikatakan salah satu karena masih dapat dibuat defenisi segitiga dengan kalimat yang berbeda. Definisi mana yang akan digunakan juga merupakan suatu kesepakatan dalam Matematika.
c.    Pengertian tentang titik, garis, lengkungan, dan lain-lain

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang tanpa kita sadari ada banyak kesepakatan berupa norma-norma baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat dalam lingkungan tertentu. Seseorang yang telah dibiasakan belajar matematika yang penuh dengan kesepakatan yang harus ditaati, pastinya akan mudah memahami perlunya kesepakatan dalam hubungan masyarakat dan mempunyai kesadaran yang lebih tinggi untuk mentaati kesepakatan tersebut. Nilai inilah yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran matematika.

2.    Ke-taat-asas-an/ Konsistensi
Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan ketaatasasan/konsistensi adalah tidak dibenarkannya adanya kontradiksi sesuai dengan karakteristik dari matematika sendiri.
Contohnya, untuk setiap anggota himpunan bilangan bulat, berlaku bahwa jumlah dari 2 bilangan bulat adalah bilangan bulat. Maka hasil dari 3 + 7 haruslah bilangan bulat.
Dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan adanya sikap dan nilai konsistensi ini, sehingga tidak akan banyak terjadi benturan-benturan dalam berhubungan dengan anggota masyarakat.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah ada aturan atau undang-undang yang harus ditaati oleh segenap warga Indonesia. Jika setiap warga negara telah terbiasa dengan berpikir matematika maka tidak akan banyak orang-orang yang melanggar aturan, sehingga tercipta negara yang aman dan damai. Oleh karena itu, setiap materi dalam pembelajaran matematika harus dapat menanamkan nilai konsistensi ini untuk membentuk tata nalar dan kepribadian siswa.

3.    Deduksi
Secara sederhana, sesuai dengan karakteristik dari matematika, makna deduksi adalah proses menurunkan atau menerapkan pengertian atau sifat umum ke dalam keadaan khusus. Dalam pembahasan matematika, pola pikir deduktif inilah yang dapat diterima. Pola pikir induktif, sebenarnya juga dapat diterima sepanjang diperlukan untuk menyesuaikan bahan ajar dengan perkembangan intelektual siswa.
Contoh.
a.    Misalnya pengertian tentang segitiga sama sisi. Ada yang mengartikan adalah segitiga yang ketiga sisinya sama, ada juga yang mengartikan ketiga sudutnya sama. Dari kedua pengertian di atas maka tidak bisa keduanya digunakan secara bersama-sama sebagai definisi, salah satu harus diturunkan sebagai teorema.
b.    Adanya pengertian pangkal dalam matematika akan dengan mudah kita pahami dalam membuat struktur deduksi matematika. Misalnya pengertian titik dan garis.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, segala peraturan perundang-undangan diatur secara hirarkhis mulai dari Pancasila, UUD 1945, UU, Perpu, PP, Keppres, Kepmen, dan seterusnya. Dalam hal ini, peraturan di bawahnya merupakan penjabaran dari peraturan di atasnya atau yang lebih tinggi. Kebenaran dari peraturan yang satu tentunya merujuk kepada kebenaran peraturan yang di atasnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga diperlukan pola pikir deduktif

4.    Semesta
Salah satu karakteristik dari matematika yaitu simbol-simbol yang dikosongkan dari maknanya. Misalnya, apakah arti x, y, z, itu? Hal ini dapat diartikan bermacam-macam tergantung si pemakai, apakah bilangan, vektor, pernyataan, atau yang lainnya. Hal ini, menunjukkan adanya lingkup pembelajaran yang dapat juga disebut semesta pembicaraan. Dalam pembelajaran matematika disadari atau tidak terdapat contoh atau soal yang sangat memperhatikan semesta. Bila semesta yang ditetapkan tidak diperhatikan, maka akan sangat besar kemungkinan arti yang diberikan akan salah.
Contohnya: Pada basis 8, berapakah 3 + 7 = ? Jika dikerjakan tanpa memperhatikan semesta, hasilnya akan 10, karena kebiasaan bekerja di basis 10, namun jika memperhatikan semesta hasilnya akan sama dengan 2.
Di alam semesta ini, seluruh umat manusia diciptakan berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dengan segala perbedaannya. Setiap kelompok mempunyai aturan-aturan tertentu yang wajib ditaati oleh segenap anggota kelompok. Dalam bersikap dan bertutur kata kita harus memperhatikan di mana kita berada dan bagaimana aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut.  Secara umum, di manapun kita berada harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kita berada. Jadi dengan selalu menyadari semesta dalam matematika, dapat digunakan dengan selalu menyadari di mana kita berada dan apa yang berlaku dalam semesta tersebut.

E.       Pengembangan Karakter Dalam Pendidikan Matematika
Karakter mempunyai banyak arti, di antaranya, kemampuan untuk mengatasi secara efektif situasi sulit, tak enak/tidak nyaman, atau berbahaya. Dengan pengertian tersebut karakter menuntut kecerdasan otak, kepekaan nurani, kepekaan diri dan lingkungan, kecerdasan merespons, dan kesehatan, kekuatan, dan kebugaran jasmani. Lingkungan sekolah tentunya berperan besar dalam pembentukan karakter pada anak. Intensitas pertemuan yang hampir setiap hari dengan guru dan teman-teman sekolah tentunya membuat anak mencari-cari dirinya melalui hal yang mereka lihat, rasakan, dengar dan tiru dari lingkungan sekitar.
Bagaimanakan Peran Matematika dalam Pembentukan Karakter?
Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Dengan bernalar anak bisa bisa membedakan ini baik atau buruk, bermanfaat atau tidak. Bahkan dengan bernalar anak bisa mengambil tindakan dari permasalahan yang ada. Penguasaan matematika yang baik menjadi suatu landasan bagi berkembangnya kemampuan berpikir ktitis, kreatif dan inovatif. Dengan demikian tahap demi tahap perkembangan karakter anak mulai terbentuk.
Pembelajaran matematika tidak lagi hanya tertumpu pada pencapaian tujuan kognitif, namun sekaligus harus meningkatkan pencapaian tujuan afektif dan psikomotor. Dengan demikian pembelajaran matematika harus meningkatkan perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai. Ini berarti bahwa materi yang akan diberikan kepada siswa harus benar-benar diseleksi, baik yang lama maupun yang baru. Banyaknya materi bukanlah tujuan pembelajaran matematika di pendidikan dasar 9 tahun, tetapi materi yang mempunyai banyak nilai harus menjadi pilihan dalam menentukan kurikulum sekolah. Untuk itu perlu diupayakan bagaimana memfungsikan matematika sekolah sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan, keterampilan, serta untuk membentuk karakter siswa.
Dari ciri-ciri matematika sebagai ilmu banyak sekali nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Dengan mempelajari matematika diharapkan nilai-nilai yang terkandung dalam matematika itu akan tercapai dengan sendirinya. Melalui pembelajaran matematika diharapkan dengan sendirinya para siswa akan cermat dalam melakukan pekerjaan, akan kritis dan konsisten dalam bersikap, akan jujur, akan taat pada aturan, bersikap demokratis, dan sebagainya. Perencanan pembelajaran dapat dilakukan dengan merancang suatu scenario pembelajaran, maupun memilih model pembelajaran tertentu.  Pembelajaran matematika harus mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif serta inovatif sehingga diharapkan mereka akan lebih bijak dalam bertindak.
Berikut contoh  ilustrasi peran matematika dalam pembentukan karakter anak :
Seseorang biasanya mempunyai kebiasaan menghidupkan kran air ketika sedang menggosok gigi. Dan menurut dokter gigi sebaiknya gosok gigi 2x sehari. Kita anggap saja setiap menggosok gigi membutuhkan waktu 3 menit. Berarti 6 menit air kran hidup hanya untuk menggosok gigi. Jika debit air yang mengalir di kran itu 6 liter per menit. Jadi untuk sehari berapa liter air yang akan dihabiskan untuk satu orang yang menggosok gigi. Bisa dikalikan saja dalam 6 menit sehari berarti butuh 36 liter air untuk 2 kali gosok gigi.
Kalo dalam seminggu berapa air yang terbuang??
Bagaimana jika satu kota melakukan kebiasaan yang sama??
Waaww.. bakal banyak air yang habis terbuang… Padahal untuk 1 kali gosok gigi, cukup satu gelas untuk sebelum memasukkan odol dan dua gelas untuk kumur-kumur. Jadi lebih hemat kan. Dengan pelajaran ini karakter hemat bisa ditanamkan pada siswa.
     Pelajaran ini sesuai dengan materi matematika SD kelas VI, “Volume dan Debit Air”. dari ilustrasi diatas menunjukkan bahwa matematika juga berperan dalam pembentukan karakter bangsa.

F.       Kendala-Kendala dalam Proses Pendidikan Karakter
1.         Kebanyakan Orang Tua Siswa Terlalu Mengandalkan Sekolah dalam Pendidikan Karakter Anak-Anaknya
Setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda, hal ini dapat disebabkan dari latar belakang suku, budaya, agama, dll. Seperti hal-nya pendidikan pada umumnya, pendidikan karakter membutuhkan peran banyak pihak mulai dari keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Jadi melaksanakan proses pendidikan karakter tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, karena kita tahu bahwa setiap siswa tak hanya hidup di sekolah saja.
2.         Kurangnya Komitmen Para Pendidik dalam Melaksanakan Pendidikan Karakter
Tuntutan agar materi tuntas dan pencapaian kompetensi tercapai terkadang menggeser pentingnya pendidikan karakter untuk dilakukan setiap pendidik. Pendidik juga menganggap remeh pendidikan karakter karena lebih mementingkan aspek kognitif siswa dan nilai siswa. Hal ini terbukti dari turut andilnya guru dalam berbagai kecurangan siswa dalam Ujian Nasional. Ironi ini tercermin ketika dalam pembelajaran guru menggecarkan anjuran untuk tidak berbuat curang namun pada akhirnya saat Ujian Nasional guru malah mendukung kecurangan untuk mengejar nilai.
3.         Kurangnya Penataran atau Pelatihan Pendidikan Karakter bagi Para Pendidik Maupun Pengelola Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa sekarang ini di masyarakat terjadi pergeseran nilai yang sangat cepat dan massive. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan mem-filter budaya yang masuk maka siswa akan kehilangan jati dirinya sebagai Bangsa Indonesia.  Terkadang tanpa disadari pergeseran nilai tersebut akan mempengaruhi anggapan kita sebagai sebagai pendidik yang menganggap biasa dan wajar suatu hal yang merupakan pergeseran nilai. Sebagai pendidik kita seharusnya menumbuhkan jiwa dan karakter Bangsa Indonesia dalam diri siswa, bukan membenarkan suatu hal sebagai trend yang berkembang di masyarakat.
Oleh karena hal di atas maka penting sekali diadakannya suatu penataran atau pelatihan bagi para pendidik agar lebih memiliki kepekaan dalam merespon suatu hal yang kurang sesuai dengan karakter bangsa. Namun karena kurangnya kegiatan penataran dan pelatihan pendidikan karakter bagi para pendidik dan pengelola pendidikan para pendidik maupun pengelola pendidikan kurang dapat memiliki kepekaan itu.
4.         Kurangnya Dukungan Masyarakat Tentang Pentingnya Pendidikan Karakter
Tuntutan ekonomi dan berkembangnya budaya individualisme di masyarakat membuat para orang tua kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Dalam suatu keluarga mungkin baik ayah maupun ibu sibuk dalam hal pekerjaannya sehingga anak-anaknya kurang diperhatikan dan terkadang terabaikan. Tidak jarang karena tuntutan ekonomi pula fenomena banyaknya pekerja anak, anak jalanan, dan hal-hal lain yang cenderung mengekploitasi anak semakin banyak. Dukungan masyarakat dalam hal ini juga dirasa sangat kurang karena faktor lingkungan tempat tinggal anak yang mayoritas berada dalam kondisi yang sama.
5.         Kesulitan Pendidik dalam Mengaitkan Materi Pelajaran untuk Melakukan Pendidikan Karakter
Banyak pendidik yang kurang kreatif atau kurang memiliki wawasan tentang materi yang dibawakannya dengan pendidikan karakter. Hal tersebut mengakibatkan minimnya muatan pendidikan karakter dalam materi-materi yang diajarkannya. Kurangnya kegiatan penataran dan pelatihan juga memicu terjadinya hal ini karena wawasan pendidik kurang cepat berkembang tanpa adanya penataran maupun pelatihan pendidikan karakter.

G.      Solusi dalam Menghadapi Kendala yang Ada
1.         Dalam menghadapi kendala yang ada dalam diri setiap individu mengutip pendapat Arisno (2011, hlm. 21) kita perlu melihat acuan konfigurasi pendidikan karakter baik dalam konteks totalitas proses psikologis maupun sosial-kultural yaitu:
a.    Olah Hati (Spiritual and emotional development). Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional.
b.    Olah Pikir (Intellectual development). Olah pikir bermuara pada pengelolaan intelektual.
c.    Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development). Olah raga bermuara pada pengelolaan fisik.
d.   Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Olah rasa bermuara pada pengelolaan kreativitas
2.         Mengadakan Kegiatan Rutin Untuk Mengkaji Pendidikan Karakter di Kalangan Pendidik
Setiap pendidik memiliki cara dan pengalaman tersendiri dalam melaksanakan proses pendidikan karakter, melalui kegiatan ini diharapkan pendidik dapat bertukar pengalaman maupun bertukar metode atau cara dalam menyampaikan pendidikan karakter.
3.         Mengadakan Penataran atau Pelatihan Pendidikan Karakter
Melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi maupun pemerintah, kegiatan semacam ini dapat secara rutin dapat dilaksanakan. Oleh karena itu pendidik dapat meng-up date informasi terbaru tentang metode atau dinamika terbaru terkait pendidikan karakter.
4.         Mengadakan Pertemuan Rutin antara Orang Tua Siswa dengan Pihak Sekolah
Hal ini penting dilakukan karena orang tua tidak tahu kondisi/perilaku anaknya di sekolah, begitu juga pihak sekolah perlu tahu kondisi/perilaku setiap siswa tatkala di rumah. Dengan informasi tersebut baik orang tua maupun pihak sekolah dapat melakukan berbagai kegiatan preventif maupun korektif terkait perilaku siswa.



DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman As’ari. 2011. Membangun Karakter Pebelajar Unggulan Melalui Pembelajaran Matematika dalam Collection of Papers International Seminar and the 4th National Conference on Mathematics Education
Akhmad Sudrajat. 2010. Tentang Pendidikan Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/ [online]. Diakses pada 29 November 2011 pukul 09.12 WIB
Arisno. 2011. [online] Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Perspektif Pendidikan Karakter (Karya Tulis). Diakses di : http://arisno.com/?file_id=28. (27 November 2011)
Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:  JICA-UPI.
Hardi Suyitno. 2011. Mathematics Education And Nation Character Building. dalam Collection of Paper International Seminar and the 4th National Conference on Mathematics Education.
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta
Suparni. 2011. Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan dengan Pembelajaran Matematika. [online]. Diakses di  http://saintek.uin-suka.ac.id%2Ffiles%2Fdokumen_akademik%2FDok.Makalah%2520Diskusi%2520Ilmiah%2520%2520%28Suparni%29%252025%2520Feb%25202011.doc&ei=RiHUTtrRL8OxrAes4OG2Dg&usg=AFQjCNEJNwQgtZIW9H2E5L19GirnwTsIYA&cad=rja. (27 November 2011))
Vita nova anwar. 21 oktober 2010. [online] Peran Matematika dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Diakses di http://eduklinik.info/2010/10/21/peran-matematika-dalam-pembentukan-karakter-bangsa/. (26 November 2011)

No comments:

Post a Comment