METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PENGEMBANGAN KARAKTER
MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Disusun oleh:
Kholida Agustin
|
(09301241011)
|
Siti Nurunniyah
|
(09301241023)
|
Suprihatin
|
(09301241037)
|
Latif Kurniawan
|
(09301241042)
|
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
A.
Pendahuluan
Pentingnya karakter
dalam kehidupan mulai dirasakan akhir-akhir ini. Banyaknya praktek illegal yang
merugikan masyarakat diidentifikasi berakar dari pendidikan moral yang kurang.
Ancaman penjara dan denda seakan tak digubris, sehingga muncullah anggapan
“hukum bisa dibeli” yang semakin merugikan masyarakat. Rusaknya moral bangsa
ini diharapkan dapat diperbaiki melalui perbaikan karakter generasi muda
Indonesia yang dapat diterapkan di sekolah sebagai lingkungan sosial yang tidak
bisa di nomorduakan. Oleh karena itu, pemerintah, melalui Kementrian Pendidikan
Nasional mencanangkan pentingnya pendidikan karakter di sekolah.
Bahkan, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama telah menetapkan 20 karakter utama (dipilih dari 80 karakter yang ada)
untuk ditanamkan di jenjang SMP. Karakter-karakter tersebut dikelompokkan ke
dalam 5 kelompok, yaitu: (1) Karakter yang terkait dengan Tuhan, (2) Karakter
yang terkait dengan Diri Sendiri, (3) Karakter yang terkait dengan Sesama, dan
(4) Karakter yang terkait dengan Lingkungan, dan (5) Karakter yang terkait
dengan Kebangsaan.
Dua kelompok karakter diuraikan secara lebih rinci,
yaitu karakter yang terkait dengan diri sendiri dan karakter yang terkait
dengan sesama. Karakter yang terkait dengan diri sendiri adalah: (1) jujur, (2)
bertanggung jawab, (3) bergaya hidup sehat, (4) disiplin, (5)kerja keras, (6)
percaya diri, (7) berjiwa wira usaha, (8) berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif, (9) mandiri, (10) ingin tahu, (11) cinta ilmu.
Sedangkan karakter yang terkait dengan sesama
adalah: (1) sadar hak dan kewajiban orang lain, (2) patuh pada aturan-aturan
sosial, (3) menghargai prestasi dan karya orang lain, (4) santun, (5)
demokratis (Abdur Rahman As’ari; 2011:473).
Oleh karena itu setiap guru dibebani untuk membuat
rencana pengembangan karakter baik di dalam silabus maupun RPP. Mata pelajaran
Matematika dibebani untuk mengembangkan karakter di antaranya berpikir logis,
kritis, jujur, kerja keras, ingin tahu, mandiri dan percaya diri. Namun, yang
menjadi masalah selanjutnya adalah, menghindari praktek pembuatan dokumen yang
bagus tetapi nol dalam pelaksanaanya. Masalah lain yang juga akan dialami guru
adalah tentang bagaimana praktek di kelas mengenai perkembangan karakter
tersebut.
B.
Pengertian Karakter
Akhmad
Sudrajat (2011) mendefinisikan karakter sebagai nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
bertabiat, dan berwatak” (Kemendiknas;
2010:13).
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang
potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif,
percaya diri, rasional, logis,
kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati,
rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah
hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun,
ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif,
inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai
waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta
keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki
kesadaran untuk berbuat yang terbaik
atau unggul, dan individu juga mampu bertindak
sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi
perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika,
dan perilaku) (Kemendiknas; 2010:13).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah
seseorang yang berusaha melakukan hal-hal
yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya)
C.
Pengertian
Matematika Sekolah
Yang dimaksud dengan
matematika dalam Kurikulum pendidikan dasar dan menengah adalah matematika
sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah, yaitu
matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan
menengah (SMA dan SLTA). Hal ini berarti, bahwa yang dimaksud dengan kurikulum
matematika adalah kurikulum pelajaran matematika yang diberikan di jenjang
pendidikan menengah ke bawah, bukan diberikan ke jenjang pendidikan tinggi.
Dijelaskan, bahwa matematika sekolah tersebut terdiri atras bagian-bagian
matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan
membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukkan
bahwa matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika,
yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif
konsisten (Erman dkk, 2003:55-56).
D. Nilai Dalam Pendidikan Matematika
Menurut BSNP (2006) karakteristik Pendidikan
Matematika antara lain menuntut adanya kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, kreatif, inovatif, dan menekankan pada penguasaan konsep
serta algoritma seperti dalam problem
solving. (Hardi Suyito.2011)
Pendidikan matematika tidak dapat terlepas dari
matematika itu sendiri. Tujuan pendidikan matematika harus memperhatikan (1)
tujuan yang bersifat formal, yaitu penataan nalar dan pembentukan kepribadian
anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yaitu penerapan matematika serta
keterampilan matematika.
Menurut Suparni S.Pd.,
M.Pd., (2011) ada beberapa nilai
didik dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan karakteristik dari
matematika, antara lain:
1. Kesepakatan
Setiap orang yang mempelajari
matematika secara sadar atau tidak sadar telah menggunakan
kesepakatan-kesepakatan tertentu. Kesepakatan ini terdapat dalam matematika
yang rendah maupun yang tinggi, dapat berupa simbol, istilah, definisi, ataupun
aksioma.
Contoh.
a.
Penggunaan simbol bilangan 1, 2, 3, 4, ... dan
seterusnya.
b.
Pengertian tentang segitiga
Kata “segitiga” adalah istilah yang disepakati untuk
menunjuk salah satu konsep dalam matematika. Konsep itu dibatasi oleh suatu
ungkapan yang disebut definisi. Misalnya “bangun yang terjadi bila tiga buah
titik yang tidak segaris dihubungkan oleh tiga buah ruas garis disebut segitiga”.
Ungkapan
tersebut adalah salah satu definisi segitiga. Definisi tersebut dikatakan salah satu karena masih dapat dibuat defenisi segitiga dengan kalimat
yang berbeda. Definisi mana yang akan digunakan juga merupakan suatu
kesepakatan dalam Matematika.
c.
Pengertian tentang titik, garis, lengkungan, dan
lain-lain
Dalam kehidupan sehari-hari,
kadang tanpa kita sadari ada banyak kesepakatan berupa norma-norma baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat
dalam lingkungan tertentu. Seseorang yang telah dibiasakan belajar matematika yang penuh dengan
kesepakatan yang harus ditaati, pastinya akan mudah memahami perlunya
kesepakatan dalam hubungan masyarakat dan mempunyai kesadaran yang lebih tinggi
untuk mentaati kesepakatan tersebut. Nilai inilah yang dapat ditanamkan dalam
pembelajaran matematika.
2. Ke-taat-asas-an/ Konsistensi
Dalam
pembahasan ini yang dimaksud dengan ketaatasasan/konsistensi adalah tidak
dibenarkannya adanya kontradiksi sesuai dengan karakteristik dari matematika
sendiri.
Contohnya,
untuk setiap anggota himpunan bilangan bulat, berlaku bahwa jumlah dari 2 bilangan
bulat adalah bilangan bulat. Maka hasil dari 3 + 7 haruslah bilangan bulat.
Dalam
kehidupan sehari-hari sangat diperlukan adanya sikap dan nilai konsistensi ini,
sehingga tidak akan banyak terjadi benturan-benturan dalam berhubungan dengan
anggota masyarakat.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah ada aturan
atau undang-undang yang harus ditaati oleh segenap warga Indonesia. Jika setiap
warga negara telah terbiasa dengan berpikir matematika maka tidak akan banyak
orang-orang yang melanggar aturan, sehingga tercipta negara yang aman dan
damai. Oleh karena itu, setiap materi dalam pembelajaran matematika harus dapat
menanamkan nilai konsistensi ini untuk membentuk tata nalar dan kepribadian
siswa.
3. Deduksi
Secara sederhana, sesuai dengan karakteristik dari
matematika, makna deduksi adalah proses menurunkan atau menerapkan pengertian
atau sifat umum ke dalam keadaan khusus. Dalam pembahasan matematika, pola
pikir deduktif inilah yang dapat diterima. Pola pikir induktif, sebenarnya juga
dapat diterima sepanjang diperlukan untuk menyesuaikan bahan ajar dengan
perkembangan intelektual siswa.
Contoh.
a.
Misalnya
pengertian tentang segitiga sama sisi. Ada yang mengartikan adalah segitiga
yang ketiga sisinya sama, ada juga yang mengartikan ketiga sudutnya sama. Dari
kedua pengertian di atas maka tidak bisa keduanya digunakan secara bersama-sama
sebagai definisi, salah satu harus diturunkan sebagai teorema.
b.
Adanya
pengertian pangkal dalam matematika akan dengan mudah kita pahami dalam membuat
struktur deduksi matematika. Misalnya pengertian titik dan garis.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, segala peraturan
perundang-undangan diatur secara hirarkhis mulai dari Pancasila, UUD 1945, UU,
Perpu, PP, Keppres, Kepmen, dan seterusnya. Dalam hal ini, peraturan di
bawahnya merupakan penjabaran dari peraturan di atasnya atau yang lebih tinggi.
Kebenaran dari peraturan yang satu tentunya merujuk kepada kebenaran peraturan
yang di atasnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara juga diperlukan pola pikir deduktif
4. Semesta
Salah satu karakteristik dari matematika yaitu
simbol-simbol yang dikosongkan dari maknanya. Misalnya, apakah arti x, y, z,
itu? Hal ini dapat diartikan bermacam-macam tergantung si pemakai, apakah
bilangan, vektor, pernyataan, atau yang lainnya. Hal ini, menunjukkan adanya
lingkup pembelajaran yang dapat juga disebut semesta pembicaraan. Dalam pembelajaran
matematika disadari atau tidak terdapat contoh atau soal yang sangat
memperhatikan semesta. Bila semesta yang ditetapkan tidak diperhatikan, maka
akan sangat besar kemungkinan arti yang diberikan akan salah.
Contohnya: Pada basis 8, berapakah 3 + 7 = ? Jika dikerjakan tanpa
memperhatikan semesta, hasilnya akan 10, karena kebiasaan bekerja di basis 10,
namun jika memperhatikan semesta hasilnya akan sama dengan 2.
Di alam semesta ini, seluruh umat manusia diciptakan
berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dengan segala perbedaannya. Setiap
kelompok mempunyai aturan-aturan tertentu yang wajib ditaati oleh segenap
anggota kelompok. Dalam bersikap dan bertutur kata kita harus memperhatikan di
mana kita berada dan bagaimana aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Secara umum, di
manapun kita berada harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan tempat kita berada. Jadi dengan selalu menyadari semesta dalam
matematika, dapat digunakan dengan selalu menyadari di mana kita berada dan apa
yang berlaku dalam semesta tersebut.
E. Pengembangan
Karakter Dalam Pendidikan Matematika
Karakter mempunyai
banyak arti, di antaranya, kemampuan untuk mengatasi secara efektif situasi
sulit, tak enak/tidak nyaman, atau berbahaya. Dengan pengertian tersebut
karakter menuntut kecerdasan otak, kepekaan nurani, kepekaan diri dan
lingkungan, kecerdasan merespons, dan kesehatan, kekuatan, dan kebugaran
jasmani. Lingkungan sekolah tentunya berperan besar dalam pembentukan karakter
pada anak. Intensitas pertemuan yang hampir setiap hari dengan guru dan
teman-teman sekolah tentunya membuat anak mencari-cari dirinya melalui hal yang
mereka lihat, rasakan, dengar dan tiru dari lingkungan sekitar.
Bagaimanakan Peran
Matematika dalam Pembentukan Karakter?
Matematika terbentuk
sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan
penalaran. Dengan bernalar anak bisa bisa membedakan ini baik atau buruk,
bermanfaat atau tidak. Bahkan dengan bernalar anak bisa mengambil tindakan dari
permasalahan yang ada. Penguasaan matematika yang baik menjadi suatu landasan
bagi berkembangnya kemampuan berpikir ktitis, kreatif dan inovatif. Dengan
demikian tahap demi tahap perkembangan karakter anak mulai terbentuk.
Pembelajaran matematika
tidak lagi hanya tertumpu pada pencapaian tujuan kognitif, namun sekaligus
harus meningkatkan pencapaian tujuan afektif dan psikomotor. Dengan demikian
pembelajaran matematika harus meningkatkan perhatian kepada pembelajaran
nilai-nilai. Ini berarti bahwa materi yang akan diberikan kepada siswa harus
benar-benar diseleksi, baik yang lama maupun yang baru. Banyaknya materi
bukanlah tujuan pembelajaran matematika di pendidikan dasar 9 tahun, tetapi
materi yang mempunyai banyak nilai harus menjadi pilihan dalam menentukan
kurikulum sekolah. Untuk itu perlu diupayakan bagaimana memfungsikan matematika
sekolah sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan, keterampilan, serta
untuk membentuk karakter siswa.
Dari ciri-ciri
matematika sebagai ilmu banyak sekali nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
Dengan mempelajari matematika diharapkan nilai-nilai yang terkandung dalam
matematika itu akan tercapai dengan sendirinya. Melalui pembelajaran matematika
diharapkan dengan sendirinya para siswa akan cermat dalam melakukan pekerjaan,
akan kritis dan konsisten dalam bersikap, akan jujur, akan taat pada aturan,
bersikap demokratis, dan sebagainya. Perencanan pembelajaran dapat dilakukan
dengan merancang suatu scenario pembelajaran, maupun memilih model pembelajaran
tertentu. Pembelajaran matematika harus
mampu mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif
serta inovatif sehingga diharapkan mereka akan lebih bijak dalam bertindak.
Berikut contoh ilustrasi peran matematika dalam pembentukan
karakter anak :
Seseorang biasanya mempunyai kebiasaan
menghidupkan kran air ketika sedang menggosok gigi. Dan menurut dokter gigi
sebaiknya gosok gigi 2x sehari. Kita anggap saja setiap menggosok gigi
membutuhkan waktu 3 menit. Berarti 6 menit air kran hidup hanya untuk menggosok
gigi. Jika debit air yang mengalir di kran itu 6 liter per menit. Jadi
untuk sehari berapa liter air yang akan dihabiskan untuk satu orang yang
menggosok gigi. Bisa dikalikan saja dalam 6 menit sehari berarti butuh 36 liter
air untuk 2 kali gosok gigi.
Kalo dalam seminggu berapa air yang
terbuang??
Bagaimana jika satu kota melakukan kebiasaan
yang sama??
Waaww.. bakal banyak air yang
habis terbuang… Padahal untuk 1 kali gosok gigi, cukup satu gelas untuk sebelum
memasukkan odol dan dua gelas untuk kumur-kumur. Jadi lebih hemat kan. Dengan
pelajaran ini karakter hemat bisa ditanamkan pada siswa.
Pelajaran
ini sesuai dengan materi matematika SD kelas VI, “Volume dan Debit Air”. dari
ilustrasi diatas menunjukkan bahwa matematika juga berperan dalam pembentukan
karakter bangsa.
F. Kendala-Kendala
dalam Proses Pendidikan Karakter
1.
Kebanyakan Orang Tua
Siswa Terlalu Mengandalkan Sekolah dalam Pendidikan Karakter Anak-Anaknya
Setiap
orang memiliki karakter yang berbeda-beda, hal ini dapat disebabkan dari latar
belakang suku, budaya, agama, dll. Seperti hal-nya pendidikan pada umumnya,
pendidikan karakter membutuhkan peran banyak pihak mulai dari keluarga,
masyarakat, maupun sekolah. Jadi melaksanakan proses pendidikan karakter tidak
dapat diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, karena kita tahu bahwa setiap siswa
tak hanya hidup di sekolah saja.
2.
Kurangnya Komitmen Para Pendidik dalam Melaksanakan Pendidikan Karakter
Tuntutan
agar materi tuntas dan pencapaian kompetensi tercapai terkadang menggeser
pentingnya pendidikan karakter untuk dilakukan setiap pendidik. Pendidik juga
menganggap remeh pendidikan karakter karena lebih mementingkan aspek kognitif
siswa dan nilai siswa. Hal ini terbukti dari turut andilnya guru dalam berbagai
kecurangan siswa dalam Ujian Nasional. Ironi ini tercermin ketika dalam
pembelajaran guru menggecarkan anjuran untuk tidak berbuat curang namun pada
akhirnya saat Ujian Nasional guru malah mendukung kecurangan untuk mengejar
nilai.
3.
Kurangnya Penataran atau Pelatihan Pendidikan Karakter bagi Para Pendidik Maupun Pengelola Pendidikan
Tidak
dapat dipungkiri bahwa sekarang ini di masyarakat terjadi pergeseran nilai yang
sangat cepat dan massive. Jika hal
ini tidak diantisipasi dengan mem-filter budaya
yang masuk maka siswa akan kehilangan jati dirinya sebagai Bangsa Indonesia. Terkadang tanpa disadari pergeseran nilai
tersebut akan mempengaruhi anggapan kita sebagai sebagai pendidik yang
menganggap biasa dan wajar suatu hal yang merupakan pergeseran nilai. Sebagai
pendidik kita seharusnya menumbuhkan jiwa dan karakter Bangsa Indonesia dalam
diri siswa, bukan membenarkan suatu hal sebagai trend yang berkembang di masyarakat.
Oleh
karena hal di atas maka penting sekali diadakannya suatu penataran atau
pelatihan bagi para pendidik agar lebih memiliki kepekaan dalam merespon suatu hal
yang kurang sesuai dengan karakter bangsa. Namun karena kurangnya kegiatan
penataran dan pelatihan pendidikan karakter bagi para pendidik dan pengelola
pendidikan para pendidik maupun pengelola pendidikan kurang dapat memiliki
kepekaan itu.
4.
Kurangnya Dukungan Masyarakat Tentang Pentingnya Pendidikan Karakter
Tuntutan
ekonomi dan berkembangnya budaya individualisme di masyarakat membuat para
orang tua kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Dalam suatu keluarga
mungkin baik ayah maupun ibu sibuk dalam hal pekerjaannya sehingga anak-anaknya
kurang diperhatikan dan terkadang terabaikan. Tidak jarang karena tuntutan
ekonomi pula fenomena banyaknya pekerja anak, anak jalanan, dan hal-hal lain
yang cenderung mengekploitasi anak semakin banyak. Dukungan masyarakat dalam
hal ini juga dirasa sangat kurang karena faktor lingkungan tempat tinggal anak
yang mayoritas berada dalam kondisi yang sama.
5.
Kesulitan Pendidik
dalam Mengaitkan Materi Pelajaran untuk Melakukan Pendidikan Karakter
Banyak
pendidik yang kurang kreatif atau kurang memiliki wawasan tentang materi yang
dibawakannya dengan pendidikan karakter. Hal tersebut mengakibatkan minimnya
muatan pendidikan karakter dalam materi-materi yang diajarkannya. Kurangnya
kegiatan penataran dan pelatihan juga memicu terjadinya hal ini karena wawasan
pendidik kurang cepat berkembang tanpa adanya penataran maupun pelatihan
pendidikan karakter.
G.
Solusi dalam Menghadapi Kendala yang Ada
1.
Dalam menghadapi
kendala yang ada dalam diri setiap individu mengutip pendapat Arisno (2011, hlm.
21) kita perlu melihat acuan konfigurasi pendidikan karakter baik dalam konteks totalitas
proses psikologis maupun sosial-kultural yaitu:
a.
Olah Hati (Spiritual
and emotional development). Olah hati bermuara pada pengelolaan spiritual dan emosional.
b.
Olah Pikir (Intellectual development). Olah pikir bermuara pada pengelolaan intelektual.
c.
Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic development). Olah raga bermuara pada pengelolaan fisik.
d.
Olah Rasa dan Karsa
(Affective and Creativity development). Olah rasa bermuara pada pengelolaan kreativitas
2.
Mengadakan Kegiatan Rutin
Untuk Mengkaji Pendidikan Karakter di Kalangan Pendidik
Setiap
pendidik memiliki cara dan pengalaman tersendiri dalam melaksanakan proses
pendidikan karakter, melalui kegiatan ini diharapkan pendidik dapat bertukar
pengalaman maupun bertukar metode atau cara dalam menyampaikan pendidikan
karakter.
3.
Mengadakan Penataran atau Pelatihan Pendidikan Karakter
Melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi
maupun pemerintah, kegiatan semacam ini dapat secara rutin dapat dilaksanakan.
Oleh karena itu pendidik dapat meng-up
date informasi terbaru tentang metode atau dinamika terbaru terkait
pendidikan karakter.
4.
Mengadakan Pertemuan Rutin antara Orang Tua Siswa dengan
Pihak Sekolah
Hal ini penting dilakukan karena orang tua
tidak tahu kondisi/perilaku anaknya di sekolah, begitu juga pihak sekolah perlu
tahu kondisi/perilaku setiap siswa tatkala di rumah. Dengan informasi tersebut
baik orang tua maupun pihak sekolah dapat melakukan berbagai kegiatan preventif
maupun korektif terkait perilaku siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdur
Rahman As’ari. 2011. Membangun Karakter Pebelajar Unggulan Melalui
Pembelajaran Matematika
dalam Collection of Papers International
Seminar and the 4th National Conference on Mathematics Education
Akhmad Sudrajat. 2010. Tentang Pendidikan Karakter. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/
[online]. Diakses pada 29 November 2011 pukul 09.12 WIB
Arisno. 2011. [online] Kepemimpinan
Kepala Sekolah dalam Perspektif Pendidikan Karakter (Karya Tulis). Diakses
di : http://arisno.com/?file_id=28. (27 November 2011)
Erman, dkk. 2003.
Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.
Hardi
Suyitno. 2011. Mathematics Education And Nation Character Building. dalam Collection of Paper International Seminar and the 4th National
Conference on Mathematics Education.
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta
Suparni.
2011. Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan dengan Pembelajaran
Matematika.
[online]. Diakses di http://saintek.uin-suka.ac.id%2Ffiles%2Fdokumen_akademik%2FDok.Makalah%2520Diskusi%2520Ilmiah%2520%2520%28Suparni%29%252025%2520Feb%25202011.doc&ei=RiHUTtrRL8OxrAes4OG2Dg&usg=AFQjCNEJNwQgtZIW9H2E5L19GirnwTsIYA&cad=rja.
(27 November 2011))
Vita
nova anwar. 21 oktober 2010. [online] Peran
Matematika dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Diakses di http://eduklinik.info/2010/10/21/peran-matematika-dalam-pembentukan-karakter-bangsa/.
(26 November 2011)
No comments:
Post a Comment