Animated Text

Thursday, 21 April 2011

Kesulitan Siswa dalam Mengingat Pembelajaran Matematika


Nama   : RUDY PRASETYO
NIM    : 09301241021
Prodi   : Pendidikan Matematika Sub/Reg 2009, UNY

Upaya Mengurangi Kesulitan Mengingat Siswa dalam Pembelajaran Matematika
A. Latar Belakang Masalah
            Setiap proses belajar selalu menghasilkan hasil, tetapi hasil dalam proses belajar tidak hanya menjadi hasil saja dan tidak berpengaruh apa-apa. Hasil belajar yang diperoleh akan disimpan dalam memori otak, sehingga hasil belajar yang telah disimpan sebagai ingatan dapat digali kembali saat dibutuhkan di kemudian hari. Proses penggalian memori atau ingatan akan ilmu yang telah diperoleh sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Di dalam penggalian atau mengigat kembali hasil belajar ini dapat terjadi kesulitan atau masalah. Hasil belajar atau ilmu yang tersimpan dalam ingatan tidak dapat ditemukan, maka ilmu tersebut tidak dapat digunakan sebagaimana yang diharapkan.
            Masalah gagal dalam penggalian memori sangat sering dijumpai. Ketidakmampuan siswa untuk menggali ilmu dari memori otak ini, dia dikatakan “lupa” atau “tidak dapat mengingat”.  Tidak hanya untuk peserta didik tetapi guru pun bisa mengalaminya. Dampaknya sangat berpengaruh pada proses belajar-mengajar.
            Matematika merupakan salah satu bidang study yang memiliki rumus-rumus serta materi pelajaran yang memburtuhkan pemahaman konsep. Rumus-rumus dalam matematika apabila telah dipelajari tidak langsung terbuang atau dilupakan begitu saja. Rumus-rumus ini akan selalu terpakai karena pelajaran dalam matematika berkaitan satu dengan yang lain. Misalnya pelajaran limit akan digunakan pula dalam pelajaran kalkulus. Dengan banyaknya rumus yang harus mampu tersimpan dalam memori otak ini, “lupa” menjadi salah satu gejala negatif yang menimbulkan kesulitan dalam proses belajar, baik bagi siswa maupun guru. 
            Kemampuan mengingat yang baik akan memudahkan proses belajar. Siswa dengan kemampuan seperti ini tidak banyak mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran matematika yang memerlukan pemahaman rumus-rumus. Namun siswa yang kurang baik dalam mengingat hasil belajar akan mengalami kesulitan. Misalnya, siswa lupa rumus matematika tertentu yang akan digunakan pada waktu ujian nasional di bidang study matematika, siswa lupa pelajaran-pelajaran yang diajarkan tahun sebelumnya, seperti siswa kelas 3 SMA lupa materi dan rumus  statistika untuk data kelompok dimana pelajaran ini diajarkan pada waktu siswa masih di kelas 2 SMA, dan lain sebagainya. Setiap siswa memiliki kepribadian yang berbeda-beda, bahkan dalam mengingat. Untuk itu perlu upaya yang signifikan agar siswa mampu menguasai materi pelajaran matematika secara menyeluruh.
            Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai upaya mengurangi kesulitan mengingat siswa dalam pembelajaran matematika. 
B. Lupa atau Tidak Dapat Mengingat
            Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif (Wasty Soemanto,2006:28). Namun proses mengingat tentu akan mengalami kesulitan. Lupa merupakan masalah utama yang harus diatasi dalam proses mengingat. Proses belajar tentu tidak akan lepas dari proses mengingat karena ilmu yang telah diajarkan akan tersimpan di dalam ingatan.
            Seorang siswa lupa akan materi pelajaran bukanlah merupakan kondisi yang jarang terjadi. Keadaan seperti ini sepatutnya tidak terjadi, akan tetapi mau tidak mau harus dihadapi. Sudah jelas bahwa matematika adalah pelajaran yang banyak terdapat materi dengan rumus-rumus matematika. Dengan keadaan siswa yang mudah lupa akan materi-materi matematika yang telah diajarkan, pasti ada guru matematika yang merasa frustasi melihat kondisi menyedihkan ini. Bagi seorang guru matematika keadaan dimana siswa melupakan materi yang telah diterimanya menjadi masalah serius untuk segera diatasi.
            Lupa tidak menjadi masalah satu pihak saja, tetapi menjadi masalah bagi guru dan siswa. Guru akan menganggap tidak ada gunanya mengajar jika hal-hal atau materi yang disampaikan kepada siswa terlupakan, sedanga bagi siswa lupa adalah musuh terberat, sampai ada yang mengatakan bahwa lupa adalah bakat bawaan. Siswa yang menyadari dirinya kurang baik  dalam mengingat cenderung menganggap belajar adalah hal yang sia-sia karena pada akhirnya nanti akan lupa. 
             Guru matematika juga siswa mendambakan keadaan serba ideal, dimana guru menjelaskan dengan baik kemudian siswa mampu menerima ilmu dengan baik pula, mampu mengingat dengan baik tentang hal-hal yang pernah diajarkan, namun keadaan yang serba ideal seperti ini tidak akan pernah terjadi. Lupa pasti akan terjadi dan tidak mungkin terelakkan. Dengan kata lain, lupa adalah gejala normal, namun dapat dikurangi.
            Lupa berbeda dengan hilang. Siswa yang lupa tidak dapat dikatakan bahwa dia telah kehilangan memori tentang hal atau ilmu yang pernah dia pelajari. Misalnya, siswa mampu dengan mudah memahami materi limit pada waktu masih diajarkan, namun saat selang beberapa minggu atau bulan tidak menutup kemungkinan siswa tersebut lupa. Namun siswa tersebut tidak benar-benar telah kehilangan ilmu tentang limit tersebut. Ilmu yang telah dimasukkan kedalam ingatan siswa pasti meninggalkan bekas. Siswa dikatakan “hilang” berati dia tidak mampu bahkan mengerti apapun yang telah dipelajarinya. Dengan kata lain dia harus belajar dari nol, belajar dari awal.
            Materi dalam matematika saling berhubungan satu sama yang lain artinya materi yang telah dipelajari akan berguna dalam materi matematika yang lain. Seorang siswa SMA diajarkan trigonometri pada saat masih kelas 1. Kemudian saat siswa tersebut naik kelas 3, siswa akan diajarkan materi integral. Didalam materi integral masih ada hubungannya dengan bentuk-bentuk persamaan trigonometri. Siswa yang saat itu masih duduk di kelas 1 sangat paham dengan persamaan-persamaan trigonometri menjadi lupa ketika persamaan-persamaan trigonometri tersebut dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah persoalan dalam materi integral. Dengan sedikit saja mempelajari kembali materi trigonometri siswa mampu memahami kembali materi tersebut.
            Ketika siswa kelas 3 sekolah menengah yang harus siap menempuh ujian nasional (UNAS) mau tidak mau siswa harus mempelajari materi dari kelas 1 karena pasti ada materi yang memang lupa. Siswa akan membaca dan mempelajari kembali materi-materi yang akan diujikan. Terlintas siswa tersebut harus belajar dan memahami materi-materi matematika tersebut mulai dari awal, namun tanpa disadari waktu untuk memahami materi matematika tersebut lebih cepat daripada waktu memahami materi untuk yang pertama kali. Materi pelajaran yang dianggap terlupakan ternyata dapat ditumbuhkan kembali dengan belajar kembali. Ini berarti bahwa ilmu atau materi yang telah dipelajari saat kelas satu tidak terlupakn begitu saja. Ilmu yang pernah diperoleh tersebut tetap tersimpan dalam ingatan, walaupun kondisi terburuknya hanya sebagiat kecil dari materi tersebut yang masih membekas dalam ingatan. Jadi ilmu yang pernah diperoleh, yang telah dianggap lupa masih bisa dihidupkan kembali dengan belajar kembali tetapi waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat.
            Penggalian kembali materi matematika yang telah terlupakan dari ingatan dikenal pula sebagai “evokasi”, yaitu aktualisasi dari apa yang telah tersimpan dalam ingatan, yang diketahui pernah dicamkan atau diserap (fiksasi) di masa lampau (Winkel,2005:503). Kenyataannya ilmu yang telah diperoleh akan tetap berada di dalam ingatan sampai suatu saat dibutuhkan, atau sampai saatnya digali kembali. Banyak macam dalam proses penggalian kembali atau mengingat kembali, Misalnya, siswa mampu mengingat rumus matematika karena siswa tersebut mengingat dengan mempresentasikan guru yang mengajarinya ganteng atau cantik sehingga apapun yang berkaitan dengan guru tersebut siswa mampu dengan mudah mengingatnya.
            Siswa yang benar-benar lupa belum tentu kemampuan matematika yang telah dia dapat benar-benar hilang dari ingatannya. Siswa tersebut dapat dikatakan tidak berhasil dalam proses mengingat kembali atau penggalian memori kembali. Siswa masih dapat belajar kembali dengan waktu yang lebih cepat.
            Tidak selamanya lupa bersifat negatif dalam pembelajaran matematika, karena apabila guru saat menjelaskan konsep pemahamannya keliru maka hal tersebut sangat bagus apabila dilupakan dan diganti dengan metode yang lebih baik. Siswa tentu tidak mengharapkan harus selalu melupakan hal-hal yang buruk juga karena hal-hal seperti itu bisa dijadikan pelajaran.

C. Faktor-Faktor Penyebab Lupa
            Faktor yang menyebabkan mengapa terjadi lupa belum dapat dijelaskan secara pasti. Namun kemampuan mengingat bisa dinilai oleh orang-orang di sekitarnya. Sebagai contoh seorang guru matematika pastinya mampu membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Siswa yang pandai tentu memiliki kemampuan yang baik dalam menggali kembali ilmu yang telah dipelajarinya sedangkan siswa yang kurang pandai mengalami kesulitan dalam mempelajari materi-materi matematika. Adapun beberapa faktor lain yang mempengaruhi daya ingat siswa adalah: 
            1. Biarpun terdapat perbedaan antara siswa yang satu dengan yang lain dalam hal mengingat dengan baik, perbedaan itu sebenarnya tidak bersumber pada suatu daya mengingat yang besar atau kecil. Perbedaan itu kiranya karena perbedaan dalam taraf inteligensi, dalam perhatian yang diberikan terhadap materi yang sedang dipelajari, dalam konsentrasi untuk mengingat dan dalam minat yang dimiliki dalam mempelajari materi (Winkel,2005:508). Perbedaan taraf inteligensi setiap siswa dapat dipengaruhi oleh gen yang diturunkan oleh orang tua siswa, lingkungan yang membesarkan siswa, serta nutrisi dalam makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Keadaan yang berbeda-beda dapat mempengaruhi tingkat inteligensi siswa. Perhatiaan yang ditujukan terhadap suatu materi sangat mempengaruhi proses pengecaman atau penyimpanan ilmu ke dalam ingatan siswa. Siswa yang perhatiannya terbagi-bagi tidak terfokus pada penyampaian materi akan menjadikan proses penyimpanan yang tidak sempurna, bahkan siswa bisa tidak paham dengan apa yang dijelaskan, atau apabila paham maka ilmu tersebut akan dengan mudah lupa begitu saja. Konsestrasi siswa yang terganggu mempengaruhi juga dalam mengingat. Setiap siswa mempunyai minat yang berbeda-beda. Misalnya siswa memiliki minat belajar matematika saat materi geometri ruang namun tidak memiliki minat yang sama ketika sedang belajar integral. Dengan adanya faktor dari diri siswa sendiri dapat menimbulkan masalah dalam proses mengingat.
            2. Penyampaian pelajaran yang dilakukan oleh guru tidak komunikatif sehingga sulit dipahami oleh siswa, penyampaian materi yang terlalu ringkas, metode yang membosankan, dan sebagainya dapat mempengaruhi proses mengingat seorang siswa.
            3. Menurut Pandangan Woodworth (dalam Winkel,2005:509) gejala lupa disebabkan bekas-bekas ingatan yang tidak digunakan, lama-kelamaan terhapus. Dengan berlangsungnya waktu, terjadi proses penghapusan yang mengakibatkan suatu bekas ingatan menjadi kabur dan lama kelamaan hilang dengan sendirinya. Siswa yang telah menerima materi baru kemudian hanya disimpan saja di dalam ingatan maka lama-kelamaan ingatan iru akan aus. Misalnya siswa telah paham soal perkalian matrik namun tidak pernah dicoba atau diterapkan dalam menyelesaikan persoalan persamaan linier karena lebih mudah menggunakan metode eliminasi maka akibatnya perkalian matrik yang telah dipelajari akan terlupakan sehingga perlu belajar kembali apabila dibutuhkan.
            4. Penyebab lain, siswa mudah lupa dalam belajar karena ingatan tentang materi yang dulu sangat paham walaupun sedikit rumit tergeser dengan adanya hal yang mudah diingat dan menjadikan materi matematika menjadi lebih sulit. Misalnya, siswa telah mampu menguasai materi vektor namun karena hobi lain yaitu bermain playstation yang memerlukan hafalan strategi memaikan stick maka siswa akan menggantikan posisi ingatan untuk materi vektor dengan kombinasi-kombinasi permainan. Dengan begitu ilmu yang telah diserap tersebut bisa terlupakan.
            5. Proses kegagalan dalam penggalian ilmu yang telah disimpan ini sebagian besar karena faktor dari dalam diri siswa. Siswa yang tidak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar menyebabkan proses belajar menjadi tidak berkesan sehingga tidak terlalu diperhatikan oleh siswa. Mungkin sebab lain hingga siswa mengalami lupa ialah para siswa tidak mendapatkan kunci yang tepat untuk membuka ingatannya.
            6. Cara belajar yang salah, mengakibatkan proses mengingat menjadi terganggu. Hanya sebagian bahkan sebagian kecil yang dapat digali kembali dari ingatan. Sebagian siswa berkata saat diberikan persolan dan diminta untuk menyelesaikannya “saya lupa”. Padahal jika benar-benar belajar pasti ada hal yang dapat diingat. Namun kenyataan ada siswa yang jika ditanya alasan nya adalah lupa. Seharusnya tidak ada alasan untuk beralasan demikian, itu karena cara belajar yang digunakan kurang tepat atau bahkan siswa tersebut tidak pernah belajar. Menurut dr. Kenneth Zike MD, bahwa sebab utama dari masalah belajar yang salah adalah berhubungan dengan masalah saraf otak, emosi dan sebagian kecil tidak diketahui peyebabnya (Carpenter,1991:36). 

D. Upaya yang Dilakukan untuk Mengurangi Lupa  
            Lupa tidak sepenuhnya dapat dihilangkan karena kita tahu bahwa tidak ada yang sempurna atau keadaan yang benar-benar ideal. Namun lupa itu sendiri dapat diminimalisir sehingga kemungkinan kegagalan total yang dilakukan siswa dalam mengingat semakin kecil.
            Di bawah ini upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyakit lupa pada siswa, yaitu: Dalam proses penyerapan atau penyimpanan ilmu atau matari ke dalam ingatan harus bersifat kuat, dimana dalam mengecamkan materi matematika dibantu dengan penyuaraan, pikiran siswa harus tertuju atau terkonsentrasi kepada kesan-kesan itu, teknik belajar yang digunakan harus efektif, siswa menggunakan titian ingatan, serta struktur yang digunakan untuk menciptakan kesan-kesan harus jelas ( Wasty Soemanto,2006:28).
            Guru sangat berpengaruh dalam menstimulus atau memotivasi siswa untuk belajar secara efektif, karena menurut Nasution (2000,35) tujuan guru mengajar adalah agar materi yang disampaikannya mampu dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang memiliki daya tangkap atau serap diatas normal. Guru harus mampu menjelaskan kepada siswa yang kurang cerdas dalam mengingat dengan sepenuh-penuhnya. Guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berkesan di setiap pertemuannya. Serang guru matematika juga harus mampu mengedepankan pemahaman konsep dari suatu materi daripada hanya memberikan rumus yang hanya akan menambah bahan yang harus tersimpan di dalam ingatan. Seorang guru wajib memberikan motivasi agar siswa tidak putus asa dalam belajar. Seorang siswa sangat membutuhkan motivasi dalam proses belajar. Siswa harus sadar akan tujuan yang harus dicapai, mendorong siswa untuk melibatkan diri. Siswa akan lebih mudah mengingat jika selama belajar dia berniat untuk mengingat kelak. Maka seorang guru wajib membangkitkan motivasi dan minat untuk belajar siswa dengan selalu menekankan bahwa di dalam matematika, materi yang telah dipelajari akan berguna atau akan dipakai lagi di materi berikutnya.
            Siswa harus berkonsentrasi penuh dalam belajar, dalam artian siswa harus memberikan perhatian khusus pada materi-materi yang memang benar-benar harus dimengerti dan dipahami. Maka sebagai guru harus berusaha mengarahkan perhatian siswa, supaya setiap unsur dari konsep pemahaman suatu materi benar-benar terserap oleh siswa.
            Kemudian siswa perlu mengolah materi dengan baik dan segera, misalnya siswa langsung mencatat hal-hal yang penting seperti rumus-rumus luas bangun datar, rumus volume bangun ruang, dan lain sebagainya. Karena dengan mencatat berarti kita telah mengikat ilmu tersebut. Penundaan dalam pengolahan materi akan memungkinkan materi yang telah disimpan dalam memori sementara otak akan tergeser oleh hal baru. Maka guru harus membantu siswa untuk mencerna materi matematika menjadi lebih mudah untuk diserap oleh siswa.
            Siswa perlu selalu berlatih soal-soal, karena dengan sering mengerjakan soal-soal siswa tanpa sadah memahami konsep dari setiap persoalan matematika. Dengan banyak latihan soal akan menumbuhkan kebiasaan menggali ingatan secara cepat. Dengan demikian ingatan akan materi pun semakin kuat. Guru harus mendukung dengan menyajikan soal-soal bermutu sebagai latihan siswa dan dilakukan secara terus menerus.
            Siswa memerlukan teman dalam mempelajari matematika: belajar dalam kelompok dapat melatih kerjasama, belajar secara klasikal memberikan kesempatan untuk saling bertukar gagasan, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatannya secara mandiri (Marsigit:2008).
            Siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam belajarnya. Misalnya, siswa membutuhkan objeck contoh tiga dimensi pada pelajaran geometri ruang, siswa belajar matematika diberbagai tempat dan menggunakan matematika untuk berbagai keperluan, siswa mampu mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan problematika baik di sekolahan maupun di rumah.
            Menurut teori belajar kognitif Ausubel yaitu mengedepankan pemecahan masalah dalam pembelajaran di kelas dan tetap mengutamakan pembelajaran bermakna.(Ardhy Prabowo:2009), selain dengan upaya-upaya di atas siswa juga bisa menerapkan belajar dengan menghafal tetapi dikaitkan dengan konsep yang telah dimilikinya dahulu.

E. Kesimpulan
            Lupa adalah gejala normal, namun dapat dikurangi.  Lupa berbeda dengan hilang. Siswa yang lupa tidak dapat dikatakan bahwa dia telah kehilangan memori tentang hal atau ilmu yang pernah dia pelajari. Karen ilmu yang pernah diperoleh, yang telah dianggap lupa masih bisa dihidupkan kembali dengan belajar kembali tetapi waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat berbeda dengan saat pertama kali belajar.
            Faktor-faktor penyebab lupa, yaitu: individualisme siswa yang berbeda-beda, penyampaian materi matematika yang tidak memberikan pemahaman secara menyeluruh mengenai konsep materi, penyimpanan ilmu di dalam otak yang tidak pernah dipakai atau tidak digali kembali, penggeseran materi matematika dengan memori lain yang lebih menyenangkan, siswa tidak mendapatkan kunci yang tepat untuk membuka kembali ingatannya tentang materi matematika, serta penerapan proses belajar yang salah.
            Upaya-upaya yang mampu mengurangi kesulitan mengingat dapat dilakukan oleh guru dan siswa. Sebagai guru harus mampu menumbuhkan motivasi kepada siswanya, mampu memusatkan konsentrasi siswa saat sedang proses belajar sehingga siswa perhatiannya penuh pada materi pembelajaran, guru mamberikan stimulus berupa soal-soal sehingga siswa mampu mengingat dengan membiasakan berlatih soal-soal. Upaya siswa yang dapat dilakukan belajar dengan sungguh-sungguh, belajar yang bermakna, siswa juga memerlukan teman dalam belajar, siswa  menyadari tujuannya belajar itu apa, menciptakan suasana belajar sendiri yang memberi kesan tertentu sehingga mudah diingat.

F. Daftar Pustaka
Soemanto, Wasty.2006.Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan.       Jakarta:Rineka Cipta.

Winkel, W.S.2005.Psikologi Pengajaran.Yogyakarta:Media Abadi.

Nasution, S.2000.Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar &      Mengajar.Jakarta:Bumi Aksara.

Marsigit.2008.Psikologi Siswa Belajar Matematika. http://marsigitpsiko.blogspot.com/2008/12/psikologi-siswa-belajar-matematika.html (diakses pada Senin, 10 Januari 2011 pukul 18.18 WIB)

Carpenter MD, Robert D.1991.Cerdas: Cara Mengatasi Problema Belajar.Semarang:Dahara Prize.

Ardhy Prabowo.2009.Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika.
http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/03/15/belajar-dan-pendekatan-     pembelajaran-matematika/ (diakses pada hari Senin, 10 Januari 2011 pukul 18.23 WIB)

No comments:

Post a Comment