Nama : RUDY PRASETYO
NIM : 09301241021
Prodi : Pendidikan Matematika Sub/Reg 2009, UNY
Upaya Mengurangi Kesulitan Mengingat Siswa dalam Pembelajaran
Matematika
A. Latar Belakang Masalah
Setiap proses
belajar selalu menghasilkan hasil, tetapi hasil dalam proses belajar tidak
hanya menjadi hasil saja dan tidak berpengaruh apa-apa. Hasil belajar yang
diperoleh akan disimpan dalam memori otak, sehingga hasil belajar yang telah
disimpan sebagai ingatan dapat digali kembali saat dibutuhkan di kemudian hari.
Proses penggalian memori atau ingatan akan ilmu yang telah diperoleh sangat
berpengaruh pada proses pembelajaran. Di dalam penggalian atau mengigat kembali
hasil belajar ini dapat terjadi kesulitan atau masalah. Hasil belajar atau ilmu
yang tersimpan dalam ingatan tidak dapat ditemukan, maka ilmu tersebut tidak
dapat digunakan sebagaimana yang diharapkan.
Masalah gagal dalam
penggalian memori sangat sering dijumpai. Ketidakmampuan siswa untuk menggali
ilmu dari memori otak ini, dia dikatakan “lupa” atau “tidak dapat
mengingat”. Tidak hanya untuk peserta
didik tetapi guru pun bisa mengalaminya. Dampaknya sangat berpengaruh pada
proses belajar-mengajar.
Matematika
merupakan salah satu bidang study yang memiliki rumus-rumus serta materi
pelajaran yang memburtuhkan pemahaman konsep. Rumus-rumus dalam matematika
apabila telah dipelajari tidak langsung terbuang atau dilupakan begitu saja.
Rumus-rumus ini akan selalu terpakai karena pelajaran dalam matematika
berkaitan satu dengan yang lain. Misalnya pelajaran limit akan digunakan pula
dalam pelajaran kalkulus. Dengan banyaknya rumus yang harus mampu tersimpan
dalam memori otak ini, “lupa” menjadi salah satu gejala negatif yang
menimbulkan kesulitan dalam proses belajar, baik bagi siswa maupun guru.
Kemampuan mengingat
yang baik akan memudahkan proses belajar. Siswa dengan kemampuan seperti ini
tidak banyak mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran matematika yang
memerlukan pemahaman rumus-rumus. Namun siswa yang kurang baik dalam mengingat
hasil belajar akan mengalami kesulitan. Misalnya, siswa lupa rumus matematika
tertentu yang akan digunakan pada waktu ujian nasional di bidang study
matematika, siswa lupa pelajaran-pelajaran yang diajarkan tahun sebelumnya,
seperti siswa kelas 3 SMA lupa materi dan rumus
statistika untuk data kelompok dimana pelajaran ini diajarkan pada waktu
siswa masih di kelas 2 SMA, dan lain sebagainya. Setiap siswa memiliki
kepribadian yang berbeda-beda, bahkan dalam mengingat. Untuk itu perlu upaya
yang signifikan agar siswa mampu menguasai materi pelajaran matematika secara
menyeluruh.
Dalam makalah ini,
akan dibahas lebih lanjut mengenai upaya mengurangi kesulitan mengingat siswa
dalam pembelajaran matematika.
B. Lupa atau Tidak Dapat Mengingat
Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan
jalan pengecaman secara aktif (Wasty Soemanto,2006:28). Namun proses mengingat
tentu akan mengalami kesulitan. Lupa merupakan masalah utama yang harus diatasi
dalam proses mengingat. Proses belajar tentu tidak akan lepas dari proses mengingat
karena ilmu yang telah diajarkan akan tersimpan di dalam ingatan.
Seorang siswa lupa
akan materi pelajaran bukanlah merupakan kondisi yang jarang terjadi. Keadaan
seperti ini sepatutnya tidak terjadi, akan tetapi mau tidak mau harus dihadapi.
Sudah jelas bahwa matematika adalah pelajaran yang banyak terdapat materi
dengan rumus-rumus matematika. Dengan keadaan siswa yang mudah lupa akan
materi-materi matematika yang telah diajarkan, pasti ada guru matematika yang
merasa frustasi melihat kondisi menyedihkan ini. Bagi seorang guru matematika
keadaan dimana siswa melupakan materi yang telah diterimanya menjadi masalah
serius untuk segera diatasi.
Lupa tidak menjadi
masalah satu pihak saja, tetapi menjadi masalah bagi guru dan siswa. Guru akan
menganggap tidak ada gunanya mengajar jika hal-hal atau materi yang disampaikan
kepada siswa terlupakan, sedanga bagi siswa lupa adalah musuh terberat, sampai
ada yang mengatakan bahwa lupa adalah bakat bawaan. Siswa yang menyadari
dirinya kurang baik dalam mengingat
cenderung menganggap belajar adalah hal yang sia-sia karena pada akhirnya nanti
akan lupa.
Guru matematika juga siswa mendambakan keadaan
serba ideal, dimana guru menjelaskan dengan baik kemudian siswa mampu menerima
ilmu dengan baik pula, mampu mengingat dengan baik tentang hal-hal yang pernah
diajarkan, namun keadaan yang serba ideal seperti ini tidak akan pernah
terjadi. Lupa pasti akan terjadi dan tidak mungkin terelakkan. Dengan kata
lain, lupa adalah gejala normal, namun dapat dikurangi.
Lupa berbeda dengan
hilang. Siswa yang lupa tidak dapat dikatakan bahwa dia telah kehilangan memori
tentang hal atau ilmu yang pernah dia pelajari. Misalnya, siswa mampu dengan
mudah memahami materi limit pada waktu masih diajarkan, namun saat selang beberapa
minggu atau bulan tidak menutup kemungkinan siswa tersebut lupa. Namun siswa
tersebut tidak benar-benar telah kehilangan ilmu tentang limit tersebut. Ilmu
yang telah dimasukkan kedalam ingatan siswa pasti meninggalkan bekas. Siswa
dikatakan “hilang” berati dia tidak mampu bahkan mengerti apapun yang telah
dipelajarinya. Dengan kata lain dia harus belajar dari nol, belajar dari awal.
Materi dalam
matematika saling berhubungan satu sama yang lain artinya materi yang telah
dipelajari akan berguna dalam materi matematika yang lain. Seorang siswa SMA
diajarkan trigonometri pada saat masih kelas 1. Kemudian saat siswa tersebut
naik kelas 3, siswa akan diajarkan materi integral. Didalam materi integral
masih ada hubungannya dengan bentuk-bentuk persamaan trigonometri. Siswa yang
saat itu masih duduk di kelas 1 sangat paham dengan persamaan-persamaan
trigonometri menjadi lupa ketika persamaan-persamaan trigonometri tersebut
dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah persoalan dalam materi integral. Dengan
sedikit saja mempelajari kembali materi trigonometri siswa mampu memahami
kembali materi tersebut.
Ketika siswa kelas
3 sekolah menengah yang harus siap menempuh ujian nasional (UNAS) mau tidak mau
siswa harus mempelajari materi dari kelas 1 karena pasti ada materi yang memang
lupa. Siswa akan membaca dan mempelajari kembali materi-materi yang akan
diujikan. Terlintas siswa tersebut harus belajar dan memahami materi-materi
matematika tersebut mulai dari awal, namun tanpa disadari waktu untuk memahami
materi matematika tersebut lebih cepat daripada waktu memahami materi untuk
yang pertama kali. Materi pelajaran yang dianggap terlupakan ternyata dapat
ditumbuhkan kembali dengan belajar kembali. Ini berarti bahwa ilmu atau materi
yang telah dipelajari saat kelas satu tidak terlupakn begitu saja. Ilmu yang
pernah diperoleh tersebut tetap tersimpan dalam ingatan, walaupun kondisi
terburuknya hanya sebagiat kecil dari materi tersebut yang masih membekas dalam
ingatan. Jadi ilmu yang pernah diperoleh, yang telah dianggap lupa masih bisa
dihidupkan kembali dengan belajar kembali tetapi waktu yang dibutuhkan relatif
lebih cepat.
Penggalian kembali
materi matematika yang telah terlupakan dari ingatan dikenal pula sebagai
“evokasi”, yaitu aktualisasi dari apa yang telah tersimpan dalam ingatan, yang
diketahui pernah dicamkan atau diserap (fiksasi) di masa lampau
(Winkel,2005:503). Kenyataannya ilmu yang telah diperoleh akan tetap berada di
dalam ingatan sampai suatu saat dibutuhkan, atau sampai saatnya digali kembali.
Banyak macam dalam proses penggalian kembali atau mengingat kembali, Misalnya,
siswa mampu mengingat rumus matematika karena siswa tersebut mengingat dengan
mempresentasikan guru yang mengajarinya ganteng atau cantik sehingga apapun
yang berkaitan dengan guru tersebut siswa mampu dengan mudah mengingatnya.
Siswa yang
benar-benar lupa belum tentu kemampuan matematika yang telah dia dapat
benar-benar hilang dari ingatannya. Siswa tersebut dapat dikatakan tidak
berhasil dalam proses mengingat kembali atau penggalian memori kembali. Siswa
masih dapat belajar kembali dengan waktu yang lebih cepat.
Tidak selamanya
lupa bersifat negatif dalam pembelajaran matematika, karena apabila guru saat
menjelaskan konsep pemahamannya keliru maka hal tersebut sangat bagus apabila
dilupakan dan diganti dengan metode yang lebih baik. Siswa tentu tidak
mengharapkan harus selalu melupakan hal-hal yang buruk juga karena hal-hal
seperti itu bisa dijadikan pelajaran.
C. Faktor-Faktor Penyebab Lupa
Faktor yang
menyebabkan mengapa terjadi lupa belum dapat dijelaskan secara pasti. Namun
kemampuan mengingat bisa dinilai oleh orang-orang di sekitarnya. Sebagai contoh
seorang guru matematika pastinya mampu membedakan siswa yang pandai dan siswa
yang kurang pandai. Siswa yang pandai tentu memiliki kemampuan yang baik dalam
menggali kembali ilmu yang telah dipelajarinya sedangkan siswa yang kurang
pandai mengalami kesulitan dalam mempelajari materi-materi matematika. Adapun beberapa faktor lain yang mempengaruhi
daya ingat siswa adalah:
1. Biarpun terdapat
perbedaan antara siswa yang satu dengan yang lain dalam hal mengingat dengan
baik, perbedaan itu sebenarnya tidak bersumber pada suatu daya mengingat yang
besar atau kecil. Perbedaan itu kiranya karena perbedaan dalam taraf
inteligensi, dalam perhatian yang diberikan terhadap materi yang sedang
dipelajari, dalam konsentrasi untuk mengingat dan dalam minat yang dimiliki
dalam mempelajari materi (Winkel,2005:508). Perbedaan taraf inteligensi setiap
siswa dapat dipengaruhi oleh gen yang diturunkan oleh orang tua siswa,
lingkungan yang membesarkan siswa, serta nutrisi dalam makanan yang dikonsumsi
setiap harinya. Keadaan yang berbeda-beda dapat mempengaruhi tingkat
inteligensi siswa. Perhatiaan yang ditujukan terhadap suatu materi sangat
mempengaruhi proses pengecaman atau penyimpanan ilmu ke dalam ingatan siswa.
Siswa yang perhatiannya terbagi-bagi tidak terfokus pada penyampaian materi
akan menjadikan proses penyimpanan yang tidak sempurna, bahkan siswa bisa tidak
paham dengan apa yang dijelaskan, atau apabila paham maka ilmu tersebut akan
dengan mudah lupa begitu saja. Konsestrasi siswa yang terganggu mempengaruhi
juga dalam mengingat. Setiap siswa mempunyai minat yang berbeda-beda. Misalnya
siswa memiliki minat belajar matematika saat materi geometri ruang namun tidak
memiliki minat yang sama ketika sedang belajar integral. Dengan adanya faktor
dari diri siswa sendiri dapat menimbulkan masalah dalam proses mengingat.
2. Penyampaian
pelajaran yang dilakukan oleh guru tidak komunikatif sehingga sulit dipahami
oleh siswa, penyampaian materi yang terlalu ringkas, metode yang membosankan,
dan sebagainya dapat mempengaruhi proses mengingat seorang siswa.
3. Menurut
Pandangan Woodworth (dalam Winkel,2005:509) gejala lupa disebabkan bekas-bekas
ingatan yang tidak digunakan, lama-kelamaan terhapus. Dengan berlangsungnya
waktu, terjadi proses penghapusan yang mengakibatkan suatu bekas ingatan
menjadi kabur dan lama kelamaan hilang dengan sendirinya. Siswa yang telah
menerima materi baru kemudian hanya disimpan saja di dalam ingatan maka
lama-kelamaan ingatan iru akan aus. Misalnya siswa telah paham soal perkalian
matrik namun tidak pernah dicoba atau diterapkan dalam menyelesaikan persoalan
persamaan linier karena lebih mudah menggunakan metode eliminasi maka akibatnya
perkalian matrik yang telah dipelajari akan terlupakan sehingga perlu belajar
kembali apabila dibutuhkan.
4. Penyebab lain,
siswa mudah lupa dalam belajar karena ingatan tentang materi yang dulu sangat
paham walaupun sedikit rumit tergeser dengan adanya hal yang mudah diingat dan
menjadikan materi matematika menjadi lebih sulit. Misalnya, siswa telah mampu
menguasai materi vektor namun karena hobi lain yaitu bermain playstation yang
memerlukan hafalan strategi memaikan stick maka siswa akan menggantikan
posisi ingatan untuk materi vektor dengan kombinasi-kombinasi permainan. Dengan
begitu ilmu yang telah diserap tersebut bisa terlupakan.
5. Proses kegagalan
dalam penggalian ilmu yang telah disimpan ini sebagian besar karena faktor dari
dalam diri siswa. Siswa yang tidak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar
menyebabkan proses belajar menjadi tidak berkesan sehingga tidak terlalu
diperhatikan oleh siswa. Mungkin sebab lain hingga siswa mengalami lupa ialah
para siswa tidak mendapatkan kunci yang tepat untuk membuka ingatannya.
6. Cara belajar
yang salah, mengakibatkan proses mengingat menjadi terganggu. Hanya sebagian
bahkan sebagian kecil yang dapat digali kembali dari ingatan. Sebagian siswa
berkata saat diberikan persolan dan diminta untuk menyelesaikannya “saya lupa”.
Padahal jika benar-benar belajar pasti ada hal yang dapat diingat. Namun
kenyataan ada siswa yang jika ditanya alasan nya adalah lupa. Seharusnya tidak
ada alasan untuk beralasan demikian, itu karena cara belajar yang digunakan kurang
tepat atau bahkan siswa tersebut tidak pernah belajar. Menurut dr. Kenneth Zike
MD, bahwa sebab utama dari masalah belajar yang salah adalah berhubungan dengan
masalah saraf otak, emosi dan sebagian kecil tidak diketahui peyebabnya
(Carpenter,1991:36).
D. Upaya yang Dilakukan untuk
Mengurangi Lupa
Lupa tidak
sepenuhnya dapat dihilangkan karena kita tahu bahwa tidak ada yang sempurna
atau keadaan yang benar-benar ideal. Namun lupa itu sendiri dapat diminimalisir
sehingga kemungkinan kegagalan total yang dilakukan siswa dalam mengingat
semakin kecil.
Di bawah ini
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyakit lupa pada siswa,
yaitu: Dalam proses penyerapan atau penyimpanan ilmu atau matari ke
dalam ingatan harus bersifat kuat, dimana dalam mengecamkan materi matematika
dibantu dengan penyuaraan, pikiran siswa harus tertuju atau terkonsentrasi
kepada kesan-kesan itu, teknik belajar yang digunakan harus efektif, siswa
menggunakan titian ingatan, serta struktur yang digunakan untuk menciptakan
kesan-kesan harus jelas ( Wasty Soemanto,2006:28).
Guru sangat berpengaruh dalam menstimulus atau memotivasi
siswa untuk belajar secara efektif, karena menurut Nasution (2000,35) tujuan
guru mengajar adalah agar materi yang disampaikannya mampu dikuasai sepenuhnya
oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang memiliki daya
tangkap atau serap diatas normal. Guru harus mampu menjelaskan kepada siswa
yang kurang cerdas dalam mengingat dengan sepenuh-penuhnya. Guru harus mampu
menciptakan suasana pembelajaran yang berkesan di setiap pertemuannya. Serang
guru matematika juga harus mampu mengedepankan pemahaman konsep dari suatu
materi daripada hanya memberikan rumus yang hanya akan menambah bahan yang
harus tersimpan di dalam ingatan. Seorang guru wajib memberikan motivasi agar
siswa tidak putus asa dalam belajar. Seorang siswa sangat membutuhkan motivasi
dalam proses belajar. Siswa harus sadar akan tujuan yang harus dicapai,
mendorong siswa untuk melibatkan diri. Siswa akan lebih mudah mengingat jika
selama belajar dia berniat untuk mengingat kelak. Maka seorang guru wajib
membangkitkan motivasi dan minat untuk belajar siswa dengan selalu menekankan
bahwa di dalam matematika, materi yang telah dipelajari akan berguna atau akan
dipakai lagi di materi berikutnya.
Siswa harus berkonsentrasi penuh dalam belajar, dalam
artian siswa harus memberikan perhatian khusus pada materi-materi yang memang
benar-benar harus dimengerti dan dipahami. Maka sebagai guru harus berusaha
mengarahkan perhatian siswa, supaya setiap unsur dari konsep pemahaman suatu
materi benar-benar terserap oleh siswa.
Kemudian siswa perlu mengolah materi dengan baik dan
segera, misalnya siswa langsung mencatat hal-hal yang penting seperti
rumus-rumus luas bangun datar, rumus volume bangun ruang, dan lain sebagainya.
Karena dengan mencatat berarti kita telah mengikat ilmu tersebut. Penundaan
dalam pengolahan materi akan memungkinkan materi yang telah disimpan dalam
memori sementara otak akan tergeser oleh hal baru. Maka guru harus membantu
siswa untuk mencerna materi matematika menjadi lebih mudah untuk diserap oleh
siswa.
Siswa perlu selalu berlatih soal-soal, karena dengan
sering mengerjakan soal-soal siswa tanpa sadah memahami konsep dari setiap
persoalan matematika. Dengan banyak latihan soal akan menumbuhkan kebiasaan
menggali ingatan secara cepat. Dengan demikian ingatan akan materi pun semakin
kuat. Guru harus mendukung dengan menyajikan soal-soal bermutu sebagai latihan
siswa dan dilakukan secara terus menerus.
Siswa memerlukan teman dalam
mempelajari matematika: belajar dalam kelompok dapat melatih kerjasama, belajar secara klasikal memberikan kesempatan untuk saling bertukar
gagasan, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatannya secara
mandiri (Marsigit:2008).
Siswa memerlukan konteks dan situasi yang
berbeda-beda dalam belajarnya. Misalnya, siswa membutuhkan objeck contoh tiga
dimensi pada pelajaran geometri ruang, siswa belajar matematika diberbagai
tempat dan menggunakan matematika untuk berbagai keperluan, siswa mampu
mengembangkan sikap menggunakan matematika sebagai alat untuk memecahkan
problematika baik di sekolahan maupun di rumah.
Menurut
teori belajar kognitif Ausubel yaitu mengedepankan pemecahan masalah
dalam pembelajaran di kelas dan tetap mengutamakan pembelajaran bermakna.(Ardhy Prabowo:2009), selain dengan upaya-upaya di
atas siswa juga bisa menerapkan belajar dengan menghafal tetapi dikaitkan
dengan konsep yang telah dimilikinya dahulu.
E. Kesimpulan
Lupa adalah gejala
normal, namun dapat dikurangi. Lupa
berbeda dengan hilang. Siswa yang lupa tidak dapat dikatakan bahwa dia telah
kehilangan memori tentang hal atau ilmu yang pernah dia pelajari. Karen ilmu
yang pernah diperoleh, yang telah dianggap lupa masih bisa dihidupkan kembali
dengan belajar kembali tetapi waktu yang dibutuhkan relatif lebih cepat berbeda
dengan saat pertama kali belajar.
Faktor-faktor
penyebab lupa, yaitu: individualisme siswa yang berbeda-beda, penyampaian
materi matematika yang tidak memberikan pemahaman secara menyeluruh mengenai
konsep materi, penyimpanan ilmu di dalam otak yang tidak pernah dipakai atau
tidak digali kembali, penggeseran materi matematika dengan memori lain yang
lebih menyenangkan, siswa tidak mendapatkan kunci yang tepat untuk membuka
kembali ingatannya tentang materi matematika, serta penerapan proses belajar
yang salah.
Upaya-upaya yang
mampu mengurangi kesulitan mengingat dapat dilakukan oleh guru dan siswa.
Sebagai guru harus mampu menumbuhkan motivasi kepada siswanya, mampu memusatkan
konsentrasi siswa saat sedang proses belajar sehingga siswa perhatiannya penuh
pada materi pembelajaran, guru mamberikan stimulus berupa soal-soal sehingga
siswa mampu mengingat dengan membiasakan berlatih soal-soal. Upaya siswa yang
dapat dilakukan belajar dengan sungguh-sungguh, belajar yang bermakna, siswa
juga memerlukan teman dalam belajar, siswa
menyadari tujuannya belajar itu apa, menciptakan suasana belajar sendiri
yang memberi kesan tertentu sehingga mudah diingat.
F. Daftar Pustaka
Soemanto, Wasty.2006.Psikologi
Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Winkel, W.S.2005.Psikologi Pengajaran.Yogyakarta:Media
Abadi.
Nasution, S.2000.Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar.Jakarta:Bumi
Aksara.
Marsigit.2008.Psikologi Siswa Belajar Matematika. http://marsigitpsiko.blogspot.com/2008/12/psikologi-siswa-belajar-matematika.html (diakses
pada Senin, 10 Januari 2011 pukul 18.18 WIB)
Carpenter MD,
Robert D.1991.Cerdas: Cara Mengatasi Problema Belajar.Semarang:Dahara Prize.
Ardhy Prabowo.2009.Belajar
dan Pendekatan Pembelajaran Matematika.
http://blog.unnes.ac.id/ardhi/2009/03/15/belajar-dan-pendekatan- pembelajaran-matematika/ (diakses
pada hari Senin, 10 Januari 2011 pukul 18.23 WIB)
No comments:
Post a Comment