Animated Text

Thursday, 21 April 2011

KOMPETENSI PEDAGOGIK


PENTINGNYA PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA DALAM MENGATASI BATASAN PENDIDIKAN PADA PESERTA DIDIK
Latif Kurniawan
09301241042
Pendidikan Matematika Subsidi 2009
Universitas Negeri Yogyakarta

A.  LATAR BELAKANG
        Dalam proses pembelajaran di sekolah, belajar merupakan kegiatan utama bagi peserta didik. Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dsb (Dwi Siswoyo, dkk., 2008:21). Kenyataan yang terjadi tidak semua peserta didik mampu melaksanakan kegiatan belajarnya dengan lancar yang mengakibatkan hasil belajarnya kurang memuaskan, hal ini lebih dikenal dengan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik. Di samping itu faktor penguasaan kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai guru juga memberikan andil besar dalam penentuan hasil belajar peserta didik, salah satunya ialah penguasaan kompetensi pedagogik. Dalam hal ini diperlukan pengalaman dan pengetahuan lebih seorang guru guna mengoptimalkan capaian hasil belajar peserta didik.
            Pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang kurang banyak digemari menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru matematika untuk mengubah stigma negatif metematika sebagai pelajaran yang sulit dan membingungkan. Untuk itu penguasaan kompetensi pedagogik yang matang menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran matematika. Di sini guru dituntut untuk dapat membawakan pelajaran matematika menjadi pelajaran yang lebih memiliki makna di kehidupan sehari-hari peserta didik.

B.  PENGERTIAN BATASAN PENDIDIKAN PADA PESERTA DIDIK
            Dalam proses pembelajaran guru akan berhadapan dengan peserta didik yang memiliki beraneka ragam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, dan semangat. Maka tak urung guru akan menghadapi peserta didik yang berhasil mencapai prestasi belajar dengan baik yang artinya peserta didik mampu menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru, namun di sisi lain ada pula peserta didik yang belum mampu mencapai prestasi belajar seperti yang diharapkan dalam artian peserta didik belum mampu menguasai materi pelajaran secara tuntas. Kejadian seperti inilah yang lebih dikenal dengan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik karena guru harus membantu memecahkan kesulitan belajar peserta didik yang prestasi belajarnya kurang sementara di sisi lain guru harus memberikan penguatan pada peserta didik yang berprestasi baik.

C.  PENGERTIAN KOMPETENSI PEDAGOGIK
          Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya (Farida, 2008:17). Sedang menurut Dr. Zeni Haryanto, S.Pd. M.Pd. (2010) Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik. Dalam undang-undang Guru dan Dosen No. 14/2005 dan Peraturan Pemerintah No. 19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi, profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut sebaiknya terinternalisasi dalam kinerja guru saat melaksanakan profesinya.
          Kompetensi pedagogik memiliki karakteristik memahami keberadaan peserta didik, mampu merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan mengembangkan potensi peserta didik (Musaheri, 2007:19). Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Farida, 2008:19).

D.  SUB-SUB KOMPETENSI PEDAGOGIK
          Berdasarkan pengertian di atas maka guru yang memiliki kompetensi pedagogik yang baik mampu meminimalkan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik dan juga mampu mengatasi perbedaan individual diantara peserta didik. Kompetensi pedagogik dapat dijabarkan dalam subkompetensi-subkompetensi sebagai berikut:
1.    Memahami Peserta Didik
          Memahami karakteristik peserta didik ditandai dengan memahami peserta didik sesuai dengan teori belajar kognitif, yaitu guru dapat memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta didik dan kepribadian peserta didik, serta mampu mengidentifikasi kompetensi prasyarat peserta didik, kesulitan belajar peserta didik, perkembangan sosial kultural peserta didik, dan gaya belajar peserta didik. Hal ini menjadi penting bagi seorang guru matematika karena banyak materi pelajaran dalam matematika yang membutuhkan kompetensi prasyarat untuk mempelajari materi tersebut dan juga adanya batasan pendidikan pada peserta didik serta perbedaan individual. Kepekaan guru melihat kondisi siswanya akan membuat guru lebih mudah memahami setiap karakteristik peserta didiknya yang nantinya guru akan memilih suatu metode pembelajaran tertentu yang sesuai dengan kondisi para peserta didik.
2.    Merancang Pembelajaran
          Merancang pembelajaran dapat ditempuh dengan menerapkan prisip-prinsip teori belajar dengan memahami landasan kependidikan, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, memahami kompetensi yang ingin dicapai, dan memahami materi ajar. Menyusun rancangan pembelajaran hendaknya disesuaikan berdasarkan metode pengajaran yang dipilih.
          Metode pengajaran yang dipilih guru dapat berbeda-beda tergantung dari kondisi setiap peserta didik. Pemilihan metode dilakukan guru sebelum memulai pelajaran, namun dapat berubah setelah guru memahami kondisi peserta didiknya. Tentunya satu metode saja tidak cukup untuk selalu digunakan di kelas karena terdapat berbagai macam perbedaan individual di kalangan peserta didik, jadi setiap peserta didik perlu diberikan penguatan-penguatan tersendiri berdasarkan gaya belajarnya.
          Dalam melaksanakan pengajaran guru dapat menerapkan berbagai variasi metode seperti pemberian tugas, diskusi, tanya jawab, tutor sebaya, bahkan bila dianggap perlu, guru dapat memberikan pengajaran individual pada peserta didik yang prestasinya dianggap sangat kurang. Namun setiap metode akan berfungsi maksimal jika memenuhi syarat-syarat tertentu, misal bila guru menggunakan metode tutor sebaya, guru hendaknya menunjuk tutor dari peserta didik yang mempunyai kemampuan akademik dan penguasaan meteri pelajaran yang tinggi serta memiliki ketrampilan dalam membantu orang lain.
          Dengan adanya rancangan pembelajaran akan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih terarah dan optimal. Rancangan pembelajaran yang tepat akan mampu memperkecil batasan pendidikan pada peserta didik, peserta didik akan lebih mudah menangkap materi pelajaran, dan membuat kegiatan belajar peserta didik menjadi lebih bermakna.
3.      Perancangan dan Pelaksanaan Pembelajaran
          Menata latar (setting) pembelajaran termasuk suasana, sarana, dan prasarana belajar yang akan digunakan agar tepat guna menjadi hal yang tidak boleh dilupakan. Hal ini bertujuan selain agar tepat guna juga dimaksudkan agar peserta didik mudah dalam menangkap materi pelajaran yang diajarkan.
          Memaksimalkan fungsi sarana, prasarana, dan lingkungan agar pembelajaran berlangsung kondusif, efektif, dan efisien wajib dilakukan oleh guru guna mempermudah peserta didik dalam memahami konsep materi yang sedang diajarkan. Hal ini akan banyak bermanfaat jika diterapkan pada bahasan materi tentang geometri.
          Melaksanakan pembelajaran yang interaktif, memotivasi, memberi penguatan, dan memberi kesempatan peserta didik untuk merefleksikan pengalaman belajar yang sudah dialaminya menjadi hal penting karena dengan begitu peserta didik akan merasa dihargai keberadaannya, merasa tidak sia-sia belajar materi-materi yang telah disampaikan, dan peserta didik mampu mengaktualisasikan dirinya.
4.      Merancang dan Melaksanakan Evaluasi hasil Belajar
a.        Fungsi Evaluasi
          Suryabrata (Sugihartono dkk., 2007:132) menjelaskan fungsi evaluasi belajar meliputi:
1)   Fungsi Psikologis, yaitu agar siswa memperoleh kepastian tentang status di dalam kelasnya. Di samping itu, bagi guru merupakan suatu pertanggungjawaban sampai seberapa jauh usaha mengajarnya dikuasai oleh peserta didiknya.
2)   Fungsi Didaktis, bagi peserta didik, keberhasilan maupun kegagalan belajar akan berpengaruh besar pada usaha-usaha berikutnya. Dalam pelajaran matematika akan sangat terasa apabila materi yang diajarkan membutuhkan kompetensi prasyarat untuk mempelajari materi tersebut, siswa yang berhasil dalam belajar akan mampu mengikuti pelajaran yang ada sedang peserta didik yang gagal tentunya akan mendapat kesulitan dalam bejajar materi pelajaran tersebut.  Sedang bagi pendidik, penilaian hasil belajar dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan mengajarnya termasuk metode mengajar yang digunakan.
3)   Fungsi Administratif, dengan adanya penilaian dalam bentuk rapor akan dapat terpenuhinya berbagai fungsi administratif yaitu:
a)    Merupakan inti laporan kepada orang tua peserta didik, pejabat, guru, dan siswa itu sendiri.
b)   Merupakan data bagi siswa apabila ia akan naik kelas, pindah sekolah, maupun untuk melamar pekerjaan.
c)    Data tersebut dapat digunakan untuk menentukan status peserta didik dikelasnya.
d)   Memberikan informasi mengenai segala hasil usaha yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan.
b.        Sifat Evaluasi
          Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dsb (Dwi Siswoyo, dkk., 2008:21). Untuk menilai atau mengungkap perbedaan-perbedaan tersebut perlu menggunakan instrumen yang sesuai dengan hal yang akan diungkap. Karena penilaian pendidikan banyak terkait dengan faktor-faktor yang abstrak, maka menurut Sugihartono dkk. (2007:134) penilaian pendidikan  bersifat:
1)        Tidak Langsung (Indirect)
          Untuk menilai kemampuan matematika peserta didik kita, kita tidak dapat menilainya dari keadaan peserta didik secara fisik atau penampilan luarnya. Akan tetapi untuk mengetahui kemampuan matematika peserta didik kita harus melalui prosedur yang benar dan menggunakan instrumen yang sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Karena, dalam evaluasi harus melewati proses dan menggunakan instrumen yang tepat maka evaluasi bersifat tidak langsung
2)   Kuantitatif
          Matematika adalah suatu mata pelajaran yang abstrak , begitu juga kemampuan matematika peserta didik juga merupakan suatu yang abstrak pula, namun dalam prakteknya kita dapat melakukan penilaian yang dapat dikuantitatifkan, misal skor tes IQ, jawaban dari pesereta didik kita skor 9, dsb. Oleh karena hal-hal abstrak tersebut dapat dikuantitatifkan maka evaluasi bersifat kuantitatif.
3)   Relatif (tidak mutlak)
          Evaluasi bersifat relatif artinya setiap mengadakan penilaian  mungkin akan terjadi adanya perubahan, atau tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Misal kemarin seorang peserta didik mendapat skor 9, namun saat ini mendapat skor 7. Jadi evaluasi bersifat relatif karena tidak selamanya ujian selalu mendapat skor 9.
4)   Menggunakan unit-unit yang tetap
          Menggunakan unit-unit yang tetap artinya dalam mengukur suatu obyek akan selalu menggunakan satuan ukuran tertentu sesuai dengan obyek yang diukur, misal skor kemampuan matematika 8,1-10 termasuk tinggi, 6,1-8 termasuk sedang, dan jika kuang dari 6 termasuk rendah.
c.         Prinsip-prinsip Evaluasi
          Agar evaluasi tepat maka harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)        Pelaksanaan evaluasi harus secara kontinyu, hal ini dimaksudkan agar penilai memperoleh kepastian dalam mengevaluasi. Ditinjau dari kapan dan di mana kita harus melakukan evaluasi, dan dimaksudkan untuk apa evaluasi tersebut diadakan dalam keseluruhan proses pendidikan, maka evaluasi menurut Sugihartono dkk. (2007:136) meliputi:
a)      Evaluasi formatif yaitu penilaian yang dilakukan selama dalam perkembangan dan proses pelaksanaan pendidikan. Tujuan evaluasi formatif ialah agar secara tepat dan cepat dapat membetulkan setiap proses pelaksanaan yang tidak sesuai rencana.
b)      Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir pelaksanaan proses pendidikan.
2)        Evaluasi harus dilaksanakan secara komprehensif
          Evaluasi yang mampu memahami keseluruhan aspek pola tingkahlaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan adalah makna dari sevaluasi yang komprehensif.
3)        Evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif      
       Pelaksanaan evaluasi harus obyektif yaitu dalam proses penilaian hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai keadaan yang sebenarnya.
4)        Evaluasi harus menggunakan alat pengukur yang baik
       Alat pengukur di sini dapat berupa tes dan non-tes, alat tersebut harus baik dengan artian memiliki validitas tinggi, rebilitas, dan daya pembeda.
          Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan baik melaui tes maupun non-tes, kemudian dari penilaian tersebut seorang pendidik harus mampu menganalisis, mengiterpretasi, dan menentukan kriteria ketuntasan hasil belajar peserta didik. Dari penilaian hasil belajar tersebut pendidik selanjutnya diharapkan mampu menentukan untuk memberikan pengayaan maupun program remedial. Penilaian tersebut penting karena tidak semua peserta didik mampu menyelesaikan proses kegiatan belajarnya dengan baik.
5.      Pengembangan Potensi Peserta Didik untuk Mengaktualisasi Diri
          Memiliki karakteristik yaitu memfasilitasi peserta didik dalam proses pengembangan potensi dengan memberikan bimbingan untuk mengembangkan minat, bakat, karya kreatif, keterampilan, imtaq, dan memotivasi peserta didik agar senantiasa optimis.
          Setiap peserta didik memiliki perasaan takut akan sesuatu, namun jangan jadikan rasa takut itu mengarah pada pelajaran matematika yang sedang kita ajarkan. Di sisi lain setiap peserta didik juga memiliki dorongan untuk maju dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan manusia ke dalam beberapa tingkatan hierarki yakni mulai dari tingkatan terbawah ialah physiological needs, safety needs, belonging needs,esteem needs, dan self-actualization.
          Bila seseorang telah memenuhi kebutuhan yang pertama maka ia akan berusaha memenuhi kebutuhan pada tingkat selanjutnya dan berlanjut sampai pada akhirnya sampai pada keinginan memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan tersebut ditempatkan pada puncak hierarki Maslow dan berkaitan dengan keinginan pemenuhan diri demi tercapainya pencapaiaan potensi diri secara penuh. Maslow (Sugihartono, dkk. 2007:119) mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
            Menurut Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd. (2007), hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator meliputi: keinginan berhasil, dorongan dalam belajar, kebutuhan dalam belajar, cita-cita, harapan,penghargaan dalam belajar, ada sesuatu yang menarik dalam belajar, dan lingkungan yang kondusif untuk belajar.
            Sangat pentingnya motivasi belajar dalam mencapai tujuan belajar maka guru harus lebih untuk dapat memotivasi peserta didik, yaitu dengan beberapa cara seperti:
a.       Memberikan pernyataan penghargaan secara verbal.
b.      Menggunakan nilai sebagai pemacu keberhasilan.
c.       Menumbuhkan rasa ingintahu di benak peserta didik.
d.      Memberikan materi-materi yang mudah terlebih dahulu.
e.       Menggunakan contoh-contoh yang sudah umum dan dapat dijumpai di sekitar peserta didik.
f.       Menggunakan hal-hal yang unik namun logis dalam penyampaian materi.
g.      Memancing peserta didik untuk menggunakan kembali  hal-hal yang telah dipelajari.
h.      Menggunakan simulasi dan belajar sambil bermain dalam penyampaiaan materi.
i.        Memberi kesempatan peserta didik untuk menunjukkan kemampuannya di depan kelas.
j.        Memberikan hadiah jika jawaban peserta didik benar namun tidak memberi hukuman jika salah.
k.      Memunculkan suasana persaingan sehat di kelas seperti mengadakan game.
l.        Memberi contoh positif dan memperkenalkan berbagai latar belakang tokoh-tokoh terkenal dalam IPTEK.
m.    dll.

E.  PENUTUP
          Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dsb. Kenyataan yang terjadi tidak semua peserta didik mampu melaksanakan kegiatan belajarnya dengan lancar yang mengakibatkan hasil belajarnya kurang memuaskan, hal ini lebih dikenal dengan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik. Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
          Kompetensi pedagogik memiliki karakteristik memahami keberadaan peserta didik, mampu merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan mengembangkan potensi peserta didik. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
          Tentunya tidak cukup hanya penguasaan kompetensi pedagogik saja yang diperlukan dalam mengatasi batasan pendidikan pada peserta didik namun juga diperlukan kompetensi-kompetensi yang lain agar hasilnya optimal. Tetapi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penguasaan kompetensi pedagogik yang baik oleh guru matematika akan memberikan dampak yang besar bagi diri peserta didik. Oleh karena itu penting sekali seorang guru matematika menguasai kompetensi pedagogik dengan baik guna mengatasi batasan-batasan pendidikan pada peserta didik.
F.   DAFTAR PUSTAKA
Dwi Siswoyo, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Farida Sarimaya. (2008).  SERTIFIKASI GURU: APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA. Bandung: Yrama Widya
Hamzah B. Uno. (2007). Teori Motivasi & Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Musaheri. (2007).  Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: IRSiSoD
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:UNY Press
Zeni Haryanto. (2010). Kompetensi Pedagogik Guru dalam Rangka Menciptakan Guru Profesional. (http://katresna72.wordpress.com/2010/04/18/menyikapi-kompetensi-pedagogik-guru-dalam-rangka-menciptakan-guru-profesional/). Diakses pada 13 Januari 2011 pukul 15:24
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN



No comments:

Post a Comment