PENTINGNYA
PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA DALAM MENGATASI BATASAN
PENDIDIKAN PADA PESERTA DIDIK
Latif Kurniawan
09301241042
Pendidikan Matematika Subsidi 2009
Universitas
Negeri Yogyakarta
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses
pembelajaran di sekolah, belajar merupakan kegiatan utama bagi peserta didik. Peserta
didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat,
motivasi, watak, ketahanan, semangat, dsb (Dwi Siswoyo, dkk., 2008:21). Kenyataan
yang terjadi tidak semua peserta didik mampu melaksanakan kegiatan belajarnya
dengan lancar yang mengakibatkan hasil belajarnya kurang memuaskan, hal ini
lebih dikenal dengan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik. Di samping
itu faktor penguasaan kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai guru juga
memberikan andil besar dalam penentuan hasil belajar peserta didik, salah
satunya ialah penguasaan kompetensi pedagogik. Dalam hal ini diperlukan
pengalaman dan pengetahuan lebih seorang guru guna mengoptimalkan capaian hasil
belajar peserta didik.
Pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang kurang
banyak digemari menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru matematika untuk
mengubah stigma negatif metematika sebagai pelajaran yang sulit dan membingungkan.
Untuk itu penguasaan kompetensi pedagogik yang matang menjadi salah satu faktor
penentu keberhasilan pembelajaran matematika. Di sini guru dituntut untuk dapat
membawakan pelajaran matematika menjadi pelajaran yang lebih memiliki makna di
kehidupan sehari-hari peserta didik.
B. PENGERTIAN BATASAN PENDIDIKAN PADA
PESERTA DIDIK
Dalam proses pembelajaran guru akan
berhadapan dengan peserta didik yang memiliki beraneka ragam kemampuan, bakat,
minat, motivasi, watak, ketahanan, dan semangat. Maka tak urung guru akan
menghadapi peserta didik yang berhasil mencapai prestasi belajar dengan baik
yang artinya peserta didik mampu menguasai materi pelajaran yang disampaikan
guru, namun di sisi lain ada pula peserta didik yang belum mampu mencapai
prestasi belajar seperti yang diharapkan dalam artian peserta didik belum mampu
menguasai materi pelajaran secara tuntas. Kejadian seperti inilah yang lebih
dikenal dengan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik karena guru harus membantu
memecahkan kesulitan belajar peserta didik yang prestasi belajarnya kurang
sementara di sisi lain guru harus memberikan penguatan pada peserta didik yang
berprestasi baik.
C. PENGERTIAN KOMPETENSI PEDAGOGIK
Kompetensi
Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya (Farida, 2008:17). Sedang menurut Dr. Zeni Haryanto, S.Pd.
M.Pd. (2010) Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola
proses pembelajaran peserta didik. Dalam undang-undang Guru dan Dosen No.
14/2005 dan Peraturan Pemerintah No. 19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru
meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi, profesional,
dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari empat kompetensi utama yang harus dimiliki seorang guru, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi
tersebut sebaiknya terinternalisasi dalam kinerja guru saat melaksanakan
profesinya.
Kompetensi pedagogik memiliki
karakteristik memahami keberadaan peserta didik, mampu merancang pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan mengembangkan potensi
peserta didik (Musaheri, 2007:19). Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya (Farida, 2008:19).
D. SUB-SUB KOMPETENSI PEDAGOGIK
Berdasarkan
pengertian di atas maka guru yang memiliki kompetensi pedagogik yang baik mampu
meminimalkan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik dan juga mampu
mengatasi perbedaan individual diantara peserta didik. Kompetensi pedagogik
dapat dijabarkan dalam subkompetensi-subkompetensi sebagai berikut:
1.
Memahami
Peserta Didik
Memahami karakteristik peserta didik
ditandai dengan memahami peserta didik sesuai dengan teori belajar kognitif,
yaitu guru dapat memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif peserta
didik dan kepribadian peserta didik, serta mampu mengidentifikasi kompetensi
prasyarat peserta didik, kesulitan belajar peserta didik, perkembangan sosial
kultural peserta didik, dan gaya belajar peserta didik. Hal ini menjadi penting
bagi seorang guru matematika karena banyak materi pelajaran dalam matematika
yang membutuhkan kompetensi prasyarat untuk mempelajari materi tersebut dan
juga adanya batasan pendidikan pada peserta didik serta perbedaan individual. Kepekaan
guru melihat kondisi siswanya akan membuat guru lebih mudah memahami setiap
karakteristik peserta didiknya yang nantinya guru akan memilih suatu metode
pembelajaran tertentu yang sesuai dengan kondisi para peserta didik.
2.
Merancang
Pembelajaran
Merancang pembelajaran dapat ditempuh
dengan menerapkan prisip-prinsip teori belajar dengan memahami landasan
kependidikan, menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik
peserta didik, memahami kompetensi yang ingin dicapai, dan memahami materi
ajar. Menyusun rancangan pembelajaran hendaknya disesuaikan berdasarkan metode
pengajaran yang dipilih.
Metode pengajaran yang dipilih guru
dapat berbeda-beda tergantung dari kondisi setiap peserta didik. Pemilihan
metode dilakukan guru sebelum memulai pelajaran, namun dapat berubah setelah guru
memahami kondisi peserta didiknya. Tentunya satu metode saja tidak cukup untuk
selalu digunakan di kelas karena terdapat berbagai macam perbedaan individual
di kalangan peserta didik, jadi setiap peserta didik perlu diberikan
penguatan-penguatan tersendiri berdasarkan gaya belajarnya.
Dalam melaksanakan pengajaran guru
dapat menerapkan berbagai variasi metode seperti pemberian tugas, diskusi,
tanya jawab, tutor sebaya, bahkan bila dianggap perlu, guru dapat memberikan
pengajaran individual pada peserta didik yang prestasinya dianggap sangat
kurang. Namun setiap metode akan berfungsi maksimal jika memenuhi syarat-syarat
tertentu, misal bila guru menggunakan metode tutor sebaya, guru hendaknya
menunjuk tutor dari peserta didik yang mempunyai kemampuan akademik dan
penguasaan meteri pelajaran yang tinggi serta memiliki ketrampilan dalam
membantu orang lain.
Dengan adanya rancangan pembelajaran
akan membuat kegiatan belajar mengajar menjadi lebih terarah dan optimal.
Rancangan pembelajaran yang tepat akan mampu memperkecil batasan pendidikan
pada peserta didik, peserta didik akan lebih mudah menangkap materi pelajaran,
dan membuat kegiatan belajar peserta didik menjadi lebih bermakna.
3. Perancangan dan Pelaksanaan
Pembelajaran
Menata latar (setting) pembelajaran termasuk suasana, sarana, dan prasarana
belajar yang akan digunakan agar tepat guna menjadi hal yang tidak boleh
dilupakan. Hal ini bertujuan selain agar tepat guna juga dimaksudkan agar
peserta didik mudah dalam menangkap materi pelajaran yang diajarkan.
Memaksimalkan fungsi sarana,
prasarana, dan lingkungan agar pembelajaran berlangsung kondusif, efektif, dan
efisien wajib dilakukan oleh guru guna mempermudah peserta didik dalam memahami
konsep materi yang sedang diajarkan. Hal ini akan banyak bermanfaat jika
diterapkan pada bahasan materi tentang geometri.
Melaksanakan pembelajaran yang
interaktif, memotivasi, memberi penguatan, dan memberi kesempatan peserta didik
untuk merefleksikan pengalaman belajar yang sudah dialaminya menjadi hal penting
karena dengan begitu peserta didik akan merasa dihargai keberadaannya, merasa
tidak sia-sia belajar materi-materi yang telah disampaikan, dan peserta didik mampu
mengaktualisasikan dirinya.
4. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi
hasil Belajar
a.
Fungsi
Evaluasi
Suryabrata
(Sugihartono dkk., 2007:132) menjelaskan fungsi evaluasi belajar meliputi:
1)
Fungsi Psikologis, yaitu agar siswa
memperoleh kepastian tentang status di dalam kelasnya. Di samping itu, bagi
guru merupakan suatu pertanggungjawaban sampai seberapa jauh usaha mengajarnya
dikuasai oleh peserta didiknya.
2)
Fungsi Didaktis, bagi peserta didik,
keberhasilan maupun kegagalan belajar akan berpengaruh besar pada usaha-usaha
berikutnya. Dalam pelajaran matematika akan sangat terasa apabila materi yang
diajarkan membutuhkan kompetensi prasyarat untuk mempelajari materi tersebut,
siswa yang berhasil dalam belajar akan mampu mengikuti pelajaran yang ada
sedang peserta didik yang gagal tentunya akan mendapat kesulitan dalam bejajar
materi pelajaran tersebut. Sedang bagi
pendidik, penilaian hasil belajar dapat menunjukkan keberhasilan atau kegagalan
mengajarnya termasuk metode mengajar yang digunakan.
3)
Fungsi Administratif, dengan adanya
penilaian dalam bentuk rapor akan dapat terpenuhinya berbagai fungsi
administratif yaitu:
a)
Merupakan inti laporan kepada orang tua
peserta didik, pejabat, guru, dan siswa itu sendiri.
b)
Merupakan data bagi siswa apabila ia
akan naik kelas, pindah sekolah, maupun untuk melamar pekerjaan.
c)
Data tersebut dapat digunakan untuk
menentukan status peserta didik dikelasnya.
d)
Memberikan informasi mengenai segala
hasil usaha yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan.
b.
Sifat
Evaluasi
Peserta
didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan dalam kemampuan, bakat, minat,
motivasi, watak, ketahanan, semangat, dsb (Dwi Siswoyo, dkk., 2008:21). Untuk
menilai atau mengungkap perbedaan-perbedaan tersebut perlu menggunakan
instrumen yang sesuai dengan hal yang akan diungkap. Karena penilaian
pendidikan banyak terkait dengan faktor-faktor yang abstrak, maka menurut
Sugihartono dkk. (2007:134) penilaian pendidikan bersifat:
1)
Tidak Langsung (Indirect)
Untuk menilai kemampuan matematika
peserta didik kita, kita tidak dapat menilainya dari keadaan peserta didik
secara fisik atau penampilan luarnya. Akan tetapi untuk mengetahui kemampuan
matematika peserta didik kita harus melalui prosedur yang benar dan menggunakan
instrumen yang sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Karena, dalam evaluasi
harus melewati proses dan menggunakan instrumen yang tepat maka evaluasi
bersifat tidak langsung
2) Kuantitatif
Matematika adalah suatu mata pelajaran
yang abstrak , begitu juga kemampuan matematika peserta didik juga merupakan
suatu yang abstrak pula, namun dalam prakteknya kita dapat melakukan penilaian
yang dapat dikuantitatifkan, misal skor tes IQ, jawaban dari pesereta didik
kita skor 9, dsb. Oleh karena hal-hal abstrak tersebut dapat dikuantitatifkan
maka evaluasi bersifat kuantitatif.
3) Relatif
(tidak mutlak)
Evaluasi bersifat relatif artinya
setiap mengadakan penilaian mungkin akan
terjadi adanya perubahan, atau tidak selalu sama dari waktu ke waktu. Misal
kemarin seorang peserta didik mendapat skor 9, namun saat ini mendapat skor 7.
Jadi evaluasi bersifat relatif karena tidak selamanya ujian selalu mendapat
skor 9.
4) Menggunakan
unit-unit yang tetap
Menggunakan unit-unit yang tetap
artinya dalam mengukur suatu obyek akan selalu menggunakan satuan ukuran
tertentu sesuai dengan obyek yang diukur, misal skor kemampuan matematika
8,1-10 termasuk tinggi, 6,1-8 termasuk sedang, dan jika kuang dari 6 termasuk
rendah.
c.
Prinsip-prinsip
Evaluasi
Agar evaluasi tepat maka harus
memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)
Pelaksanaan evaluasi harus secara
kontinyu, hal ini dimaksudkan agar penilai memperoleh kepastian dalam
mengevaluasi. Ditinjau dari kapan dan di mana kita harus melakukan evaluasi,
dan dimaksudkan untuk apa evaluasi tersebut diadakan dalam keseluruhan proses
pendidikan, maka evaluasi menurut Sugihartono dkk. (2007:136) meliputi:
a) Evaluasi
formatif yaitu penilaian yang dilakukan selama dalam perkembangan dan proses
pelaksanaan pendidikan. Tujuan evaluasi formatif ialah agar secara tepat dan
cepat dapat membetulkan setiap proses pelaksanaan yang tidak sesuai rencana.
b) Evaluasi
sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir pelaksanaan proses pendidikan.
2)
Evaluasi harus dilaksanakan secara
komprehensif
Evaluasi yang mampu memahami
keseluruhan aspek pola tingkahlaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan
pendidikan adalah makna dari sevaluasi yang komprehensif.
3)
Evaluasi harus dilaksanakan secara
obyektif
Pelaksanaan evaluasi harus obyektif yaitu
dalam proses penilaian hanya menunjuk pada aspek-aspek yang dinilai sesuai keadaan
yang sebenarnya.
4)
Evaluasi harus menggunakan alat pengukur
yang baik
Alat pengukur di sini dapat berupa tes
dan non-tes, alat tersebut harus baik dengan artian memiliki validitas tinggi,
rebilitas, dan daya pembeda.
Melaksanakan penilaian proses dan
hasil belajar secara berkesinambungan baik melaui tes maupun non-tes, kemudian
dari penilaian tersebut seorang pendidik harus mampu menganalisis,
mengiterpretasi, dan menentukan kriteria ketuntasan hasil belajar peserta
didik. Dari penilaian hasil belajar tersebut pendidik selanjutnya diharapkan
mampu menentukan untuk memberikan pengayaan maupun program remedial. Penilaian
tersebut penting karena tidak semua peserta didik mampu menyelesaikan proses
kegiatan belajarnya dengan baik.
5. Pengembangan Potensi Peserta Didik
untuk Mengaktualisasi Diri
Memiliki karakteristik yaitu
memfasilitasi peserta didik dalam proses pengembangan potensi dengan memberikan
bimbingan untuk mengembangkan minat, bakat, karya kreatif, keterampilan, imtaq,
dan memotivasi peserta didik agar senantiasa optimis.
Setiap peserta didik memiliki perasaan takut akan sesuatu,
namun jangan jadikan rasa takut itu mengarah pada pelajaran matematika yang
sedang kita ajarkan. Di sisi lain setiap peserta didik juga memiliki dorongan
untuk maju dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
manusia ke dalam beberapa tingkatan hierarki yakni mulai dari tingkatan
terbawah ialah physiological needs,
safety needs, belonging needs,esteem needs, dan self-actualization.
Bila seseorang telah memenuhi kebutuhan yang pertama maka
ia akan berusaha memenuhi kebutuhan pada tingkat selanjutnya dan berlanjut
sampai pada akhirnya sampai pada keinginan memenuhi kebutuhan akan aktualisasi
diri. Kebutuhan tersebut ditempatkan pada puncak hierarki Maslow dan berkaitan
dengan keinginan pemenuhan diri demi tercapainya pencapaiaan potensi diri
secara penuh. Maslow (Sugihartono, dkk. 2007:119) mengatakan bahwa perhatian
dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum
terpenuhi.
Menurut
Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd. (2007), hakikat motivasi belajar adalah dorongan
internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan
perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator meliputi:
keinginan berhasil, dorongan dalam belajar, kebutuhan dalam belajar, cita-cita,
harapan,penghargaan dalam belajar, ada sesuatu yang menarik dalam belajar, dan
lingkungan yang kondusif untuk belajar.
Sangat
pentingnya motivasi belajar dalam mencapai tujuan belajar maka guru harus lebih
untuk dapat memotivasi peserta didik, yaitu dengan beberapa cara seperti:
a.
Memberikan pernyataan penghargaan secara
verbal.
b.
Menggunakan nilai sebagai pemacu
keberhasilan.
c.
Menumbuhkan rasa ingintahu di benak
peserta didik.
d.
Memberikan materi-materi yang mudah
terlebih dahulu.
e.
Menggunakan contoh-contoh yang sudah
umum dan dapat dijumpai di sekitar peserta didik.
f.
Menggunakan hal-hal yang unik namun
logis dalam penyampaian materi.
g.
Memancing peserta didik untuk
menggunakan kembali hal-hal yang telah
dipelajari.
h.
Menggunakan simulasi dan belajar sambil
bermain dalam penyampaiaan materi.
i.
Memberi kesempatan peserta didik untuk
menunjukkan kemampuannya di depan kelas.
j.
Memberikan hadiah jika jawaban peserta
didik benar namun tidak memberi hukuman jika salah.
k.
Memunculkan suasana persaingan sehat di
kelas seperti mengadakan game.
l.
Memberi contoh positif dan
memperkenalkan berbagai latar belakang tokoh-tokoh terkenal dalam IPTEK.
m. dll.
E. PENUTUP
Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan
dalam kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dsb.
Kenyataan yang terjadi tidak semua peserta didik mampu melaksanakan kegiatan
belajarnya dengan lancar yang mengakibatkan hasil belajarnya kurang memuaskan,
hal ini lebih dikenal dengan batasan-batasan pendidikan pada peserta didik. Kompetensi
Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya.
Kompetensi pedagogik memiliki karakteristik memahami
keberadaan peserta didik, mampu merancang pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan mengembangkan potensi peserta
didik. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
Tentunya tidak cukup hanya penguasaan
kompetensi pedagogik saja yang diperlukan dalam mengatasi batasan pendidikan
pada peserta didik namun juga diperlukan kompetensi-kompetensi yang lain agar
hasilnya optimal. Tetapi dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penguasaan
kompetensi pedagogik yang baik oleh guru matematika akan memberikan dampak yang
besar bagi diri peserta didik. Oleh karena itu penting sekali seorang guru
matematika menguasai kompetensi pedagogik dengan baik guna mengatasi
batasan-batasan pendidikan pada peserta didik.
F.
DAFTAR
PUSTAKA
Dwi
Siswoyo, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press
Farida Sarimaya.
(2008). SERTIFIKASI GURU: APA, MENGAPA DAN BAGAIMANA. Bandung: Yrama Widya
Hamzah B. Uno.
(2007). Teori Motivasi &
Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Musaheri.
(2007). Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: IRSiSoD
Sugihartono,
dkk. (2007). Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta:UNY Press
Zeni
Haryanto. (2010). Kompetensi Pedagogik Guru
dalam Rangka Menciptakan Guru Profesional. (http://katresna72.wordpress.com/2010/04/18/menyikapi-kompetensi-pedagogik-guru-dalam-rangka-menciptakan-guru-profesional/). Diakses pada
13 Januari 2011 pukul 15:24
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL
PENDIDIKAN
No comments:
Post a Comment