PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA PSIKOLOGI PEMBELAJARAN DAVID
PAUL AUSUBEL
Disusun oleh :
Yeyen Juniasih (09301241002)
Seto Marsudi (09301241009)
Eko Pramono Jati (09301241046)
Rusda Fauziah (09301241048)
Seto Marsudi (09301241009)
Eko Pramono Jati (09301241046)
Rusda Fauziah (09301241048)
PENDIDIKAN
MATEMATIKA SUBSIDI 2009
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
DAVID
PAUL AUSUBEL
David
Paul Ausubel lahir pada tanggal 25 Oktober 1918 dan tumbuh besar di Brooklyn,
New York. Dia belajar di University of Pennsylvania dan lulus dengan nilai yang
sangat baik pada tahun 1939, dengan title sarjana di bidang psikologi. Setelah
lulus dari sekolah medis di Middlesex University pada tahun 1943, dia kemudian
menyelesaikan masa pelatihannya di Gouveneur Hospital (NY City Department of
Hospitals) yang terletak di sudut kota Manhattan.
Karir
militernya dimulai di US Public Health Service. Ia ditugaskan di UNRRA (United
Nations Relief and Rehabilitation Administration) di Stuttgart, Jerman dimana
ia mengabdi untuk para pengungsi. Dia aktif di tiga tempat psikiatris berbeda :
US Public Health Service di Kentucky, Buffalo Psychiatric Center, dan Bronx
Psychiatric Center. Dia menerima gelar M.A dan Ph.D di bidang Pengembangan
Psikologi dari Columbia University. Rangkaian penganugerahan guru besar
psikologi juga telah ia sandang dari beberapa universitas ternama : University of
Illinois, University of Toronto, dan juga di European Universities di Berne
(Swiss), Salesian University di Roma, dan Officer's Training College di Munich
(Jerman).
Pada
tahun 1973 ia pensiun dari dunia akademis guna mengabdikan seluruh waktunya
untuk pelayanan psikiatris. Minat utamanya di psikiatri adalah psiko-patologi
umum, pengembangan ego, ketagihan obat, dan psikiatri forensik. Ausubel menulis
buku materi untuk psikologi pengembangan dan pendidikan dan buku-buku di
topik-topik khusus seperti ketagihan obat, psiko-patologi, dan pengembangan
ego, dan lebih dari 150 artikel di jurnal psikologi dan psikiatri. Pada tahun
1973 dia menerima Thorndike Award dari American Psychological Award untuk
“Distinguished Psychological Contributions to Education” (Kontribusi yang
Berbeda dari Psikologi ke Bidang Pendidikan).
Ausubel
pensiun dari kehidupan professionalnya di tahun 1994 pada umur 75 dan
mengabdikan sepenuh waktunya untuk menulis. Selama itu dia menghasilkan 4 buku.
Ausubel menikah dengan Pearl Leibowitz di tahun 1943 dan dikaruniai 2 orang anak.
David Paul Ausubel meninggal pada tanggal 9 Juli 2008.
Teori
pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori
pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David
Paul Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang
berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh
kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Sebagai
pelopor aliran kognitif, David Ausuble mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna
adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan
dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna merupakan
suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta,
konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah disiswai dan diingat
siswa Ausubel
menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance
organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar
belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu
terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang
sudah diketahui peserta didik di pihak lain.
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar:
1. Belajar bermakna (meaningful learning)
2. Belajar menghafal (rote learning)
1. Belajar bermakna (meaningful learning)
2. Belajar menghafal (rote learning)
Belajar
bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar .Belajar bermakma
terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang
telah ada sebelumnya. Bila konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada
maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal
ini perlu bila seseorang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang
sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahiu sebelumnya.
Menurut
Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa
menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan
hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu
dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.
Kondisi- kondisi belajar bermakna
sebagai berikut :
1. Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama.
2. Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.
3. Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.
1. Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama.
2. Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.
3. Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4. Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.
Selanjutnya dikatakan suatu pembelajaran
dikatakan bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:
1. Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial.
Materi dikatakan bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalm struktur kognitif siswa.
2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak tersebut mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.
1. Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial.
Materi dikatakan bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalm struktur kognitif siswa.
2. Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak tersebut mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna.
Berdasarkan
pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausubel mengajukan 4 prinsip
pembelajaran , yaitu:
1.
Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur
awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep
lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal
tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi , terutama materi
pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali
pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu
digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2.
Diferensiasi progresif
Dalam
proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep.
Caranya unsur yang paling umum dan inklusif dipekenalkan dahulu kemudian baru
yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
3.
Belajar superordinat
Belajar
superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami petumbuhan ke arah
deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep
dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung
hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan
terjadi bila konsep konsep yang lebih luas dan inklusif.
4.
Penyesuaian Integratif
Pada
suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih
nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang
sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif
itu, Ausuble mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif. Caranya
materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan
hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.
Penangkapan
(reception learning). Belajar penangkapan pertama kali dikembangkan oleh David Ausubel
sebgai jawaban atas ketidakpuasan model belajar diskoveri yang dikembangkan
oleh Jerome Bruner. Menurut Ausubel , siswa tidak selalu mengetahui apa yang
penting atau relevan untuk dirinya sendiri sehigga mereka memerlukan motivasi
eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang telah
diajarkan di sekolah. Ausuble menggambarkan model pembelajaran ini dengan nama
belajar penangkapan. Para pakar teori belajar penangkapan menyatakan bahwa
tugas guru adalah:
a.
Menstrukturkan situasi belajar.
b.
Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan siswa.
c.
Menyajikan materi pembelajaran secara terorganisir yang dimulai dari gagasan
Inti
belajar penangkapan yaitu pengajaran ekspositori , yakni pembelajaran sistematik
yang direncanakan oleh guru mengenai informasi yang bermakna (meaningful information). Pembelajaran
ekspositori itu terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.
Penyajian advance organizer
Advance
organizer merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian-bagian utama
yang tercakup dalam urutan pengajaran. Advance organizer berfungsi untuk
menghubungkan gagasan yang disajikan di dalam pelajaran dengan informasi yang
telah berada didalam pikiran siswa, dan memberikan skema organisasional
terhadap informasi yang sangat spesifik yang disajikan.
2.
Penyajian materi atau tugas belajar.
Dalam
tahap ini, guru menyajikan materi pembelajaran yang baru dengan menggunakan
metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas belajar kepada siswa
. Ausubel menekankan tentang pentingnya mempertahankan perhatian siswa, dan
juga pentingnya pengorganisasian materi pelajaran yang dikaitkan dengan
struktur yang terdapat di dalam advance
organizer. Dia menyarankan suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresif,
dimana pembelajaran berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum
menuju kepada informasi spesifik, contoh-contoh ilustratif, dan membandingkan
antara konsep lama dengan konsep baru.
3.
Memperkuat organisasi kognitif.
Ausuble
menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam stuktur yang
telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, dengan cara mengingatkan siswa
bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi
yang bersifat umum. Pada akhir pembelajaran ini siswa diminta mengajukan
pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat
pemahamannya
terhadap pelajaran yang baru dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang
telah dimiliki dan pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang
dideskripsikan didalam advance organizer samping
itu juga memberikan pertanyanan kepada siswa dalam rangka menjajagi keluasan
pemahaman siswa tentang isi pelajaran.
Empat type belajar
menurut Ausubel , yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan
penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri
oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia
hafalkan.
3. Belajar menerima
(ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara
logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang
baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
4. Belajar menerima
(ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun
secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan
yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain
yang telah ia miliki.
Pernahkah
Anda mendapatkan seorang anak SD yang mengetahui “2 + 2 = 4” tapi tidak
mengetahui alasan mengapa bisa dikatakan 2 ditambah 2 hasilnya adalah 4 ?
Ketika ia ditanya tentang “2 + 5” atau “2 + 6” ia akan semakin kebingungan. Ia
akan menjawab, “Gurunya belum ngasih
tahu lagi lanjutannya.” Contoh lain ialah ketika beberapa siswa sekolah
menengah yang mampu menyebutkan rumus suku ke-n dari barisan aritmetika dengan lancar
namun ia tidak mengetahui arti lambang-lambang tersebut dan tidak dapat
menggunakannya. Cara belajar dengan membeo seperti yang telah dilakukan oleh
anak SD dan siswa menengah tadi disebut dengan metode belajar hafalan (role learning) oleh David P. Ausubel sebagaimana
pernyataannya berikut: “…if the learner’s
intention is to memorise it verbatim, i,e., as a series of arbitrarily related
word, both the learning process and the learning outcome must necessarily be
rote and meaningless.” Artinya, jika seseorang, contohnya siswa tadi,
berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal satu dengan hal
yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil pembelajarannya
dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya.
Kelemahan
lain dari belajar hafalan ialah ia berkemungkinan besar tidak dapat menjawab
soal baru lainnya. Karena materi matematika bukanlah suatu pengetahuan yang
terpisah-terpisah namun merupakan suatu pengetahuan yang utuh dan saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya, maka setiap siswa harus menguasai
beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dahulu. Setelah itu, si anak
harus mampu mengaitkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang
sudah dipunyainya agar terjadi suatu proses pembelajaran bermakna (meaningful learning). Karenanya, Ausubel
menyatakan hal berikut: “if I had to
reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this:
The most important single factor influencing learning is what the learner’s
already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” Jelaslah bahwa
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan bermakna tidaknya
sebuah proses pembelajaran. Belajar hafalan (rote learning) akan terjadi jika para siswa tidak mampu mengaitkan
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama. Tugas gurulah untuk memberi
kemudahan bagi para siswanya sehingga mereka dapat dengan mudah mengaitkan
pengalaman atau pengetahuan barunya dengan pengetahuan yang relevan atau yang
sudah ada di dalam pikirannya atau dalam struktur kognitifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sugihartono dkk 2007. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.
http://www.opencontent.org/wiki/index.php?title=David_Ausubel.
Diakses tanggal 16 Oktober 2010 pada pukul
15.59 WIB.
http://www.davidausubel.org/index.html.
Diakses tanggal 16 Oktober 2010 pada pukul
15.53 WIB.
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Ausubel.
Diakses tanggal 16 Oktober 2010 pada pukul
15.02 WIB.
http://fisikaumm.blogspot.com/2009/01/psikologi-pembelajaran-kognitif.html.
Diakses tanggal 16 Oktober 2010 pada pukul
15.37 WIB.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1959737-teori-belajar-ausubel/.
Diakses tanggal 16 Oktober 2010 pada pukul
15.40 WIB.
No comments:
Post a Comment